NEWS

Sri Mulyani: Pengendalian Inflasi Harus Jadi Fokus Pengambil Kebijakan

Ruang manuver untuk pengambilan kebijakan makin sempit.

Sri Mulyani: Pengendalian Inflasi Harus Jadi Fokus Pengambil KebijakanMenteri Keuangan Sri Mulyani menghadiri B20 WiBAC di Jakarta, Jumat (17/6)/ FORTUNE INDONESIA/DESY Y.

by Hendra Friana

14 November 2022

Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kebijakan melawan inflasi jadi salah satu fokus pemerintah dalam menjaga perekonomian dan memperkuat momentum pemulihan. Pasalnya, kata dia, tekanan terhadap harga akibat kondisi global seperti sekarang dapat menyeret kembali perekonomian ke dalam jurang resesi.

"Ini tentu situasi tidak untuk semua aktor ekonomi seperti anda, juga untuk pengambilan kebijakan. Tapi saya sangat setuju bahwa kita harus memperhatikan hal ini . Menurunkan inflasi harus menjadi fokus utama untuk menghindari kerusakan yang lebih lama dan memulihkan stabilitas,” ujarnya dalam B20 Summit, Senin (14/11).

Bendahara negara juga menyampaikan pentingnya menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif, termasuk bagi dunia usaha agar mampu menghadapi berbagai tantangan di masa mendatang.

Namun, inklusifitas tidak bisa dicapai hanya dengan diskusi, tetapi juga perlu diimplementasikan. "Dan kita perlu menggunakan seluruh instrumen seperti aksi afirmatif demi mencapai pertumbuhan yang lebih tinggi, berkualitas lebih baik dan lebih inklusif," tuturnya.

Menurut Sri Mulyani, Covid-19 telah menciptakan situasi yang sangat unik dan menantang untuk pemulihan. Kemampuan setiap negara diuji untuk mengelola penyebaran covid-19. Namun, dengan adanya vaksin setidaknya mampu menciptakan momentum pemulihan.

Kendati demikian, risiko ekonomi global kini telah bergeser ke arah yang lebih mengancam dibanding Covid-19. Sejak invasi Rusia ke Ukraina dimulai, IMF bahkan telah merevisi pertumbuhan ekonomi di tahun 2022 dan 2023.

Revisi tersebut memperlihatkan adanya koreksi pertumbuhan ekonomi yang signifikan dari 6 persen di 2021, menjadi 3,2 persen di 2022, hingga bahkan menjadi 2,7 persen di 2023.

“Revisi turun yang konsisten dari outlook global, dari semua institusi internasional telah menandai meningkatnya risiko yang kita hadapi tahun ini. Beberapa faktor telah memicu faktor kondisi ini seperti perang di Ukraina,” ujar Sri Mulyani.

Tantangan pengambilan kebijakan

Sri Mulyani juga menyebut bahwa kondisi global yang penuh ketidakpastian membuat pengambil kebijakan kian sulit untuk bermanuver.

Rapuhnya situasi perekonomian global dengan mudah dapat membuat kepercayaan di sektor keuangan, pasar dan ekonomi terpengaruh, jika pemerintah tidak hati-hati dalam merumuskan kebijakan.

Di Indonesia sendiri, kata dia, Kementrian Keuangan selaku otoritas fiskal terus berkoordinasi erat dengan Bank Indonesia agar kebijakan yang diambil dapat harmonis dengan kebijakan moneter.

Tak hanya itu, kebijakan yang diambil juga harus dilanjutkan dengan kalibrasi yang baik, rencana yang baik, komunikasi yang baik, bahkan kadang perlu segera diperbaiki tetapi tetap dilanjutkan dengan konsisten dan kredibel.

"Karena ruang kebijakan becoming specific it's should be more targeted. Terutama dalam melindungi kaum miskin dan rentan," jelasnya.

Selain itu, untuk mencegah terjadinya gangguan terhadap pemulihan ekonomi, diperlukan kebijakan yang tersusun dengan baik, terencana, konsisten dan kredibel. Menurutnya, juga perlu menggunakan semua alat variabel secara efektif untuk meningkatkan kepercayaan ekonomi lebih jauh.

"Pesan yang kita dengar hari ini akan menjadi penting untuk tahap selanjutnya dan next G20. Kami harap kita dapat melanjutkan eksplorasi pertumbuhan inovatif inklusif dan kolaboratif," tandasnya.