NEWS

Sri Mulyani Sebut Ekonomi RI Balik ke Level Pra Covid dalam 5 Kuartal

Indonesia terbilang unggul dibanding negara lain di Asean.

Sri Mulyani Sebut Ekonomi RI Balik ke Level Pra Covid dalam 5 KuartalMenteri Keuangan, Sri Mulyani. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
17 February 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan perekonomian Indonesia telah pulih ke level sebelum pandemi hanya dalam kurun waktu lima kuartal. Selain Indonesia, kondisi tersebut menurutnya hanya dicapai empat negara antara lain Brazil, Rusia, Vietnam dan China.

"Ini adalah suatu pemulihan yang cukup cepat, hanya lima kuartal kita sudah bisa kembali ke Produk Domestik Bruto (PDB) sebelum kembali terjadi musibah Covid-19," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers Hasil Sidang Kabinet Paripurna yang ditayangkan secara virtual, dikutip Kamis (17/2).

Sri Mulyani menuturkan PDB riil Indonesia telah mencapai lebih dari level pra pandemi yakni 101,5 atau di atas sebelum pandemi yakni 100.

Besaran PDB riil yang telah pulih ini didukung oleh konsumsi, investasi dan ekspor, serta dari sisi produksi seperti manufaktur, perdagangan dan konstruksi yang sudah mencapai level pra pandemi.

Sri Mulyani juga sesumbar bahawa banyak negara-negara tetangga di ASEAN dan negara berkembang lainnya yang perekonomiannya belum mencapai ke level pra pandemi hingga saat ini.

"Bahkan mereka GDP-nya masih ada di sekitar 94 sampai 97 persen," kata Sri Mulyani.

Target pertumbuhan ekonomi 2023

Dalam Hasil Sidang Kabinet Paripurna itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2023 ditargetkan mencapai 5,3-5,9 persen. Sumber pertumbuhan ekonomi berasal dari konsumsi sekitar 5 persen, investasi meningkat sekitar 6 persen, serta kinerja ekspor sebesar 6-7 persen.

"Dari sisi pertumbuhan ekonomi tadi disepakati dilaporkan ke Bapak Presiden, kisaran 5,3 sampai 5,9 persen," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

Ia juga menyebut pandemi COVID-19 masih menjadi tantangan dalam pencapaian pertumbuhan ekonomi pada 2023. "Kemudian kasus inflasi global di sejumlah negara maupun normalisasi kebijakan moneter yang dibaca sebagai kenaikan tingkat suku bunga," ungkap Airlangga.

Pemerintah pun menargetkan untuk melakukan berbagai reformasi struktural antara lain mendorong sektor investasi atau meningkatkan mesin pertumbuhan ekonomi di luar APBN.

"Maka peningkatan kredit perbankan penting dan tentu salah satunya adalah terkait regulasi POJK (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan) terkait relaksasi kredit yang diharapkan tidak perlu ada pembatasan waktu serta perlu ada penurunan pencadangan dari sisi perbankan karena kita lihat potensi dari sisi kredit sektor perbankan masih tinggi," tambah Airlangga.

Related Topics