Pembangkit Listrik di Indonesia Masih Akan Didominasi Batu Bara hingga 2035

- Proyeksi DEN: Porsi PLTU turun dari 53 persen pada 2024 menjadi 42 persen pada 2035.
- Program de-dieselisasi dan pengembangan energi baru terbarukan menjadi fokus pemerintah.
Jakarta, FORTUNE — Dewan Energi Nasional (DEN) memproyeksikan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar batu bara masih menjadi tulang punggung sistem kelistrikan Indonesia hingga lebih dari satu dekade ke depan. Meski porsinya dipastikan menyusut, kapasitas PLTU diperkirakan tetap menjadi yang terbesar dibandingkan dengan pembangkit gas maupun energi baru terbarukan (EBT) hingga 2035.
Kepala Biro Fasilitasi Kebijakan Energi dan Persidangan Setjen DEN, Yunus Saefulhak, menyatakan dominasi batu bara akan berangsur-angsur berkurang seiring percepatan transisi energi yang mulai diakselerasi pemerintah.
Berdasarkan proyeksi DEN, porsi PLTU diperkirakan turun dari 53 persen pada 2024 menjadi 42 persen pada 2035.
“Ini skenario optimis,” kata dia dalam Outlook Energi Indonesia 2026 yang disiarkan virtual, Selasa (9/12).
Yunus mengatakan salah satu fokus pemerintah adalah mempercepat pengurangan penggunaan energi fosil melalui program de-dieselisasi. Program ini akan menurunkan ketergantungan pada pembangkit berbasis diesel, seiring percepatan pengembangan EBT dan konektivitas jaringan listrik.
“Program de-dieselisasi berpengaruh terhadap pengurangan pembangkit fosil,” ujarnya.
Pada arah kebijakan energi terbaru yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 2025—menggantikan PP 79 Tahun 2014—pemerintah menegaskan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) bukan lagi pilihan terakhir dalam bauran energi nasional.
Menurutnya, nuklir diposisikan sebagai energi penyeimbang untuk mencapai target dekarbonisasi, terutama saat Indonesia mulai mengembangkan hidrogen, amonia, serta energi baru lain.
“Nuklir bukan lagi opsi terakhir. Dia menjadi penyeimbang dalam target dekarbonisasi sektor energi. Artinya, nuklir menjadi hal yang harus dikembangkan, bersama hidrogen dan amonia,” katanya.
DEN juga melakukan penyesuaian terhadap target bauran EBT agar lebih realistis dengan kondisi aktual. Jika target sebelumnya menetapkan porsi EBT 23 persen pada 2025 dan 31 persen pada 2050, maka dalam PP 40/2025 target itu diubah.
Kini, target EBT dipatok 19–23 persen pada 2030, sementara target 2026 berkisar 20–22 persen.
Yunus menambahkan pendanaan transisi energi tidak lagi bertumpu pada APBN semata. Pemerintah akan mengoptimalkan APBD serta membuka ruang bagi pendanaan nasional maupun internasional yang sah.


















