Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Penjualan Barang Mewah Tertekan, Bain Pangkas Proyeksi 2025

dok. Chanel
dok. Chanel
Intinya sih...
  • Penjualan global barang mewah diperkirakan turun 2-5 persen pada 2025, revisi tajam dari proyeksi sebelumnya.
  • Krisis properti di Cina dan sikap wait-and-see konsumen AS memperparah pelemahan permintaan barang mewah.
  • Burberry, Chanel, dan Estee Lauder melakukan PHK akibat tekanan ekonomi global yang terus berlanjut.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, FORTUNE - Penjualan global barang mewah diperkirakan akan turun 2 - 5 persen pada 2025, menurut laporan terbaru konsultan Bain & Company yang dirilis Rabu (15/5). Proyeksi ini merupakan revisi tajam dari perkiraan sebelumnya yang memproyeksikan pertumbuhan 0 - 4 persen. Penurunan ini menambah tekanan pada sektor mewah yang tahun lalu telah terkontraksi 1 persen.

Menurut Reuters, Bain dalam pernyataan resminya menyatakan pasar barang mewah tengah menghadapi “gejolak kompleks di berbagai lini.” Konsultan itu menyoroti tekanan ekonomi dan kejenuhan konsumen terhadap harga selama kuartal I-2025, yang juga menanti produk baru yang lebih inovatif dan kreatif dari brand.

Proyeksi sebelumnya yang dirilis pada November lalu memperkirakan penjualan akan stagnan atau tumbuh maksimal 4 persen.

Sejumlah jenama besar seperti Gucci, Chanel, dan Dior telah menunjuk desainer baru guna menyegarkan identitas brand di tengah pelemahan permintaan yang disebut sebagai yang terburuk dalam beberapa tahun terakhir. Faktor eksternal seperti krisis properti di Cina dan sikap wait-and-see konsumen Amerika Serikat akibat ketidakpastian ekonomi turut memperparah situasi.

Revisi proyeksi Bain ini juga mencerminkan kekhawatiran yang lebih luas terhadap kondisi perekonomian global, termasuk meningkatnya ketegangan perdagangan antarnegara. Meski 75 persen responden survei Bain menyatakan tarif dagang tidak akan memengaruhi keputusan mereka membeli barang mewah, sekitar separuh dari mereka yang telah mengurangi konsumsi tahun lalu menyebut alasan utamanya adalah kenaikan harga.

“Banyak merek mewah memanfaatkan lonjakan penjualan pasca-pandemi untuk menaikkan harga secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir,” ujar para analis dalam laporan tersebut.

Eksekutif merek fesyen sempat berharap pemulihan akan dipimpin oleh pasar Amerika Serikat, terutama setelah penjualan meningkat selama musim liburan akhir tahun. Namun, mulai pertengahan Februari, tanda-tanda pelemahan permintaan dari pasar AS mulai terlihat, membayangi optimisme awal tahun.

Dampak PHK pada sektor barang mewah

Sejumlah perusahaan barang mewah internasional telah mengumumkan pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat pelemahan permintaan global dan tekanan ekonomi yang terus berlanjut.

The Wall Street Journal memberitakan Chief Financial Officer Burberry, Kate Ferry, dalam keterangan resminya mengatakan, Burberry Group berencana memecat 1.700 karyawan secara global atau sekitar 20 persen dari seluruh karyawannya.

Produsen asal Inggris ini berupaya menjadi lebih gesit dalam menghadapi melemahnya belanja konsumen yang terus menghantui sektor barang mewah.

Perusahaan menyatakan perubahan organisasi ditujukan demi meningkatkan efisiensi dan profitabilitas. Langkah tersebut diperkirakan akan menghemat 60 juta pound sterling (sekitar US$79,8 juta) pada tahun fiskal yang dimulai April 2027. Penghematan ini merupakan tambahan dari program pemangkasan biaya sebelumnya senilai 40 juta pound.

Langkah serupa juga diambil Chanel Inc. yang memangkas 70 posisi di AS karena label mode dan kecantikan mewah itu menghadapi lingkungan ekonomi lebih sulit. Laman Fashion Network mengutip keterangan resmi Chanel tentang keputusan mengurangi jumlah karyawan, yang mengikuti langkah-langkah sebelumnya untuk membatasi pengeluaran.

Sebanyak 70 pekerjaan tersebut mewakili sekitar 2,5 persen dari tenaga kerjanya di AS.

Perusahaan kosmetik mewah, Estee Lauder, pada Februari lalu juga telah melakukan restrukturisasi dan memangkas 7.000 karyawan. Mereka memperkirakan laba kuartal ketiganya akan jauh di bawah ekspektasi. Dalihnya: tantangan dalam bisnis ritel perjalanan di Asia, khususnya di bandara dan tujuan perjalanan di Korea dan Cina.

"Kami tidak memanfaatkan peluang pertumbuhan yang lebih tinggi," kata CEO Estee Lauder, Stéphane de La Faverie, dikutip Reuters (19/5).

Share
Topics
Editorial Team
Pingit Aria
Bonardo Maulana
Pingit Aria
EditorPingit Aria
Follow Us