Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
For
You

PLTU Cirebon Batal Pensiun Dini, Pemerintah Cari Penggantinya

PLTU Cirebon-1. (dok. Cirebon Electric Power atau CEP)
PLTU Cirebon-1. (dok. Cirebon Electric Power atau CEP)
Intinya sih...
  • Pemerintah membatalkan pensiun dini PLTU Cirebon-1 dan mencari penggantinya
  • PLN enggan melanjutkan pensiun dini PLTU Cirebon-1 karena biaya penalti kontrak yang mahal
  • Kegagalan memfinalisasi pensiun dini PLTU Cirebon-1 berpotensi mengirimkan sinyal negatif bagi investor sektor transisi energi
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, FORTUNE - Pemerintah memastikan rencana pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Cirebon-1 batal. Alih-alih menutup pembangkit tersebut, pemerintah dan PT PLN kini mulai membidik PLTU lain sebagai pengganti dalam program percepatan transisi energi.

Kepastian itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto. Ia menyatakan keputusan mempertahankan PLTU Cirebon-1 didasarkan pada pertimbangan teknis, terutama usia operasional yang masih panjang serta teknologi yang dinilai lebih efisien dibandingkan dengan pembangkit lain.

“Cirebon itu salah satunya yang umurnya masih panjang, dan teknologinya juga sudah critical, super critical, dan relatif lebih baik,” kata Airlangga saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (5/12).

Dengan batalnya Cirebon-1, pemerintah kini mengalihkan fokus pencarian ke PLTU lain yang dinilai lebih layak untuk dipensiunkan lebih awal. Kriteria utama yang digunakan adalah usia pembangkit yang sudah tua, teknologi yang kurang efisien, serta dampak lingkungan yang lebih besar.

“Nanti dicarikan alternatif lain yang usianya lebih tua dan terhadap lingkungannya memang sudah perlu dipensiunkan. Alternatifnya PLTU juga,” ujar Airlangga.

Di sisi teknis, Kementerian ESDM menjelaskan kriteria PLTU yang berpotensi dipensiunkan sebenarnya telah termaktub pada Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 10 tahun 2025 tentang Peta Jalan (Road Map) Transisi Energi Sektor Ketenagalistrikan.

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) ESDM, Eniya Listiani Dewi, menyebut aturan tersebut telah memuat analisis lengkap terhadap sekitar 175 PLTU di Indonesia.

“Dari emisi, dampak terhadap ketenagakerjaan, sampai faktor penggunaan lainnya. Kriteria early retirement PLTU semuanya sudah ada di sana,” ujar Eniya.

Ia menegaskan PLTU Cirebon-1 hanya salah satu fasilitas yang sempat masuk pembahasan, tapi bukan satu-satunya. Beberapa pembangkit besar seperti Suralaya maupun PLTU Jawa 1 dipastikan tidak termasuk dalam prioritas pensiun dini karena masih terdapat PLTU lain dengan kondisi yang dinilai lebih buruk.

Indikasi batalnya pensiun dini PLTU Cirebon-1

Di tengah pembatalan ini, muncul pula rumor bahwa PLN enggan melanjutkan pensiun dini PLTU Cirebon-1 akibat beban penalti kontrak yang dinilai terlalu mahal.

Biaya penalti yang harus dibayar selama lima tahun disebut bisa mencapai sekitar Rp60 triliun.

Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai sikap PLN juga dipengaruhi ketidakpastian karena persetujuan dari pemerintah tak kunjung diberikan.

Padahal, rencana pensiun dini PLTU Cirebon-1 telah bergulir sejak 2021, ketika Indonesia bergabung dalam Energy Transition Mechanism (ETM) yang diluncurkan Asian Development Bank (ADB) bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani pada ajang COP26 di Glasgow. Program ini kemudian diperkuat dalam skema Just Energy Transition Partnership (JETP) saat Indonesia menjadi Presiden G20.

Rencana tersebut sejatinya telah melalui kajian teknis dan ekonomis, serta diformalkan dalam sejumlah kesepakatan antara PLN dan PT Cirebon Electric Power. ADB juga telah menyiapkan skema pembiayaan, meski pemerintah menilai dukungan itu belum sepenuhnya memadai.

IESR memperingatkan, kegagalan memfinalisasi pensiun dini PLTU Cirebon-1 berpotensi mengirimkan sinyal negatif bagi investor, khususnya pada sektor transisi energi. Selain itu, pembatalan ini dinilai dapat memperlambat laju dekarbonisasi sektor ketenagalistrikan.

Hal tersebut dinilai bertolak belakang dengan visi Presiden Prabowo Subianto yang dalam pidato kenegaraan 15 Agustus 2025 menargetkan Indonesia dapat lepas dari ketergantungan energi fosil dalam satu dekade ke depan.

Berdasarkan studi IESR pada 2022, biaya untuk memensiunkan 9,2 gigawatt (GW) PLTU dalam sistem PLN hingga 2030 demi mengejar target Persetujuan Paris diperkirakan sekitar US$4,6 miliar atau setara Rp73,6 triliun.

Jika program berlanjut hingga seluruh sisa PLTU dipensiunkan pada 2045, total kebutuhannya melonjak menjadi US$27,5 miliar atau sekitar Rp440 triliun.

 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Bonardo Maulana
EditorBonardo Maulana
Follow Us

Latest in News

See More

Timur Tayang Perdana, BNI Segarkan Film Laga Nasional

05 Des 2025, 17:29 WIBNews