Purbaya Yudhi Minta Maaf Untuk Gaya Bicaranya, Akui Akan Lebih Baik

- Purbaya meminta maaf atas pernyataannya yang menuai sorotan publik.
- Dia mengakui masih dalam tahap penyesuaian diri dengan lingkungan baru.
Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan (Menkeu) yang baru dilantik, Purbaya Yudhi Sadewa, menyampaikan permohonan maaf atas pernyataannya terkait "tuntutan rakyat 17+8" yang menuai sorotan publik. Hanya sehari setelah menjabat, Purbaya mengakui gaya komunikasinya masih dalam tahap penyesuaian dan menggambarkannya sebagai gaya "koboi".
Permintaan maaf itu dia sampaikan dalam konferensi pers usai acara serah terima jabatan (sertijab) di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (9/9). Ia mengaku masih beradaptasi dengan lingkungan barunya sebagai pejabat publik yang setiap pernyataannya menjadi perhatian.
“Ini saya masih pejabat baru di sini, menterinya juga menteri kagetan. Jadi kalau ngomong, kalau kata Bu Sri Mulyani, gayanya koboi,” ujar Purbaya sembari tersenyum.
Purbaya, yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), menjelaskan bahwa sorotan media terhadapnya kini jauh berbeda. Ia merasa lebih bebas berbicara saat masih bertugas di LPS.
“Waktu di LPS sih enggak ada yang monitor, jadi saya tenang. Ternyata di (Kementerian) Keuangan beda, Bu. Salah ngomong langsung dipelintir sana-sini. Jadi saya kemarin kalau ada kesalahan, saya mohon maaf. Ke depan akan lebih baik lagi,” ujarnya.
Sebelumnya, dalam konferensi pers perdana usai dilantik pada Senin (8/9), Purbaya memberikan komentar mengenai "tuntutan rakyat 17+8" yang ramai diperbincangkan. Ia mengaku belum mendalami substansi tuntutan tersebut.
Saat itu, ia menilai suara tersebut hanya berasal dari sebagian kecil masyarakat yang hidupnya masih kurang beruntung.
“Itu kan suara sebagian kecil rakyat kita. Kenapa? Mungkin sebagian ngerasa keganggu, hidupnya masih kurang ya,” ujarnya, seperti dikutip dari IDN Times, Senin (8/9).
Lebih lanjut, ia menawarkan solusi berupa pertumbuhan ekonomi tinggi untuk meredam keresahan tersebut. Purbaya berpendapat, jika perekonomian tumbuh 6 hingga 7 persen, berbagai tuntutan akan hilang secara otomatis karena masyarakat sibuk bekerja.
“Saya ciptakan pertumbuhan ekonomi 6 persen, 7 persen, itu [tuntutan-tuntutan] akan hilang dengan otomatis. Mereka akan sibuk cari kerja dan makan enak dibandingkan mendemo,” katanya.