Target 2027, Aksesi OECD Fokus ke Perdagangan dan Ekonomi Digital

- Pemerintah menargetkan Indonesia menjadi anggota penuh OECD pada 2027
- Proses aksesi berfokus pada sektor perdagangan dan ekonomi digital
- Amandemen keppres dan koordinasi digital INA-OECD ditujukan sebagai percepatan proses aksesi
Jakarta, FORTUNE – Pemerintah menargetkan Indonesia resmi menjadi anggota penuh Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) pada 2027. Demi mencapai target tersebut, proses aksesi kini memasuki tahap menentukan, yakni tinjauan teknis dan fase penilaian keselarasan kebijakan nasional dengan instrumen hukum OECD.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menjelaskan pemerintah pada fase tersebut memprioritaskan dua sektor: lingkungan perdagangan dan ekonomi digital.
Keduanya dipilih lebih awal karena berperan strategis membentuk ketahanan ekonomi nasional di tengah dinamika global yang penuh ketidakpastian.
“Peninjauan sektor-sektor ini didahulukan mengingat kompleksitas serta peran pentingnya dalam menghadapi tantangan perekonomian global,” kata Airlangga dalam konferensi pers di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis (11/12).
Pernyataan tersebut disampaikan usai Rapat Koordinasi Tingkat Menteri Tim Nasional OECD bersama Delegasi OECD yang dipimpin Deputy Secretary-General OECD, Amb. Frantisek Ruzicka. Hadir pula dalam rapat itu Menteri PANRB Rini Widyantini, Wamendag Dyah Roro Esti, serta Wakil Ketua KPK Agus Joko Pramono.
Sebagai bentuk percepatan, pemerintah telah menerbitkan Keppres Nomor 30 Tahun 2025 sebagai amandemen dari Keppres Nomor 17 Tahun 2024 untuk menyesuaikan struktur Tim Nasional Aksesi OECD dengan Kabinet Merah Putih.
Selain itu, platform koordinasi digital INA-OECD turut diperbarui agar proses harmonisasi kebijakan lebih terstruktur dan transparan.
Airlangga mengatakan proses aksesi OECD bukan sekadar diplomasi internasional, tetapi instrumen memperkuat reformasi struktural dan mendukung program prioritas Presiden Prabowo Subianto.
Karena itu, agenda aksesi telah dimasukkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025–2045 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029, khususnya pada Program Prioritas Asta Cita Diplomasi dan Diplomasi Ekonomi.
“Tujuannya adalah kebijakan yang lebih baik untuk kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera,” kata Airlangga.
Proses aksesi memerlukan koordinasi erat antara Tim Nasional, Sekretariat OECD, dan seluruh negara anggota.
Di sisi lain, aksesi juga menuntut komitmen kuat dalam transparansi dan tata kelola, termasuk kesiapan Indonesia meratifikasi Konvensi Anti Penyuapan (Anti-Bribery Convention) yang merupakan salah satu standar utama OECD.
Menurut Airlangga, keanggotaan OECD penting dalam membantu Indonesia menavigasi tantangan multilateralisme dan kondisi geopolitik yang makin kompleks.
Ketidakpastian global—termasuk perang dagang—masih membayangi perekonomian nasional. Karena itu, pemerintah terus memperkuat perjanjian-perjanjian perdagangan internasional sembari menjalankan agenda debottlenecking, debirokratisasi, dan transformasi ekonomi.
Deputy Secretary-General OECD, Frantisek Ruzicka, menilai target keanggotaan penuh Indonesia pada 2027 cukup realistis, selama pemerintah mampu menjaga momentum harmonisasi kebijakan.
“Jika Indonesia terus berproses seperti saat ini, peluangnya sangat besar dalam waktu yang dapat diperkirakan,” kata Ruzicka.
Ia juga menyoroti kekuatan fundamental ekonomi Indonesia, seperti stabilitas makroekonomi, rasio utang publik yang rendah, serta meningkatnya kepercayaan publik terhadap institusi pemerintahan, sebagai faktor-faktor yang turut memperkuat pandangan positif OECD.


















