Mengenali Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional
Perbedaan utama terletak pada prinsip hukum yang mendasari.

Jakarta, FORTUNE - Bank syariah terus menunjukkan peningkatan kinerja dan prospek yang baik dalam industri perbankan tanah air sejak pertama kali hadir pada awal dasawarsa 1990-an.
Namun, Fauziah Rizki Yuniarti, peneliti ekonomi syariah INDEF, menyebutkan masih rendahnya literasi masyarakat mengenai keberadaan perbankan syariah di Indonesia merupakan tantangan. “Literasi yang sangat rendah pada angka 8,93 persen (2019), jelas menjadi tantangan yang belum bisa diatasi sejak bertahun-tahun lalu,” ujarnya kepada Fortune Indonesia.
Menurutnya, penting bagi masyarakat mengetahui perbedaan bank syariah dan bank konvensional. Perbedaan yang utama terletak pada prinsip hukum yang mendasarinya.
“Bank konvensional didasari oleh hukum perbankan sekuler yang diatur melalui undang-undang. Sedangkan, bank syariah berprinsip pada peraturan agama Islam, dimana semua sesuai dengan ajaran Alquran, walaupun terakomodir juga dalam undang-undang khusus perbankan syariah yang dikeluarkan pemerintah,” katanya.
Selain itu, terdapat beberapa hal yang membedakan bank konvensional dan bank syariah. Berikut beberapa poin yang mendasari perbedaannya:
Prinsip dasar
Bank konvensional tidak memperhatikan dimensi moral yang berasal dari aturan agama, ujar Fauziah. Bank syariah mendasarkan nilai-nilainya pada adab dan akhlak sesuai kaidah agama Islam.
Bank konvensional melihat uang sebagai komoditas yang diperjualbelikan, tapi bank syariah memandang uang sebagai alat tukar. Prinsip bank syariah dalam mendapat keuntungan adalah melalui jual-beli barang (murabahah).
Kemudian, terkait dana, bank konvensional menumbuhkannya melalui pemberian bunga yang didapat dari pengelolaan pihak bank. Sementara, bank syariah menolak sistem bunga dan menerapkan sistem bagi hasil (mudharabah).
Produk yang ditawarkan
Bank konvensional hanya memiliki satu jenis produk, yaitu produk yang mendatangkan keuntungan. Namun, bank syariah memiliki sejumlah produk investasi seperti penyimpanan aset perusahaan/kustodian (wadiah), hutang atau pinjaman (qardh) atau kemitraan dengan sistem bagi hasil (syirkah).
Selain itu, bank syariah juga memiliki sejumlah produk finansial seperti jual-beli barang (murabahah), penyertaan modal (musyarakah), pemberian modal untuk membeli barang, lalu barang disewakan kepada pihak tertentu (ijarah), baik disertai atau tanpa pergantian kepemilikan.
Lingkup bisnis
Berdasar pada pemenuhan keuntungan sebesar-besarnya, ruang lingkup bisnis bank konvensional biasanya tidak mempertimbangkan etika dan moral agama islam. Setiap jenis bisnis di sektor yang beragam pun diizinkan.
Sebaliknya, bank syariah amat terikat pada hukum syariah yang sangat mempertimbangkan etika dan moral Islam. Bisnis-bisnis yang dianggap tidak etis dalam Islam seperti minuman keras atau hiburan malam takkan lolos kerja sama dengan bank syariah.
Risiko Usaha
Bank konvensional tidak memikirkan risiko yang mungkin dihadapi nasabahnya. Begitu pun juga nasabah yang tidak perlu memikirkan risiko yang mungkin terjadi pada bank tempat mereka menyimpan dana.
Sebaliknya, bank syariah menerapkan hubungan rekanan antara nasabah dan bank. Hal ini membuat semua hal yang terjadi ditanggung secara bersama-sama, baik keuntungan maupun kerugian. Adapun prinsip yang diterapkan seperti peribahasa “berat sama dipikul, ringan sama dijinjing”.
Sistem pengawasan
Perbedaan bank syariah dan bank konvensional juga terletak pada sistem pengawasannya. Layaknya perusahaan pada umumnya, struktur pengawasan di bank konvensional diambil oleh dewan komisaris.
Namun, pada bank syariah, fungsi pengawasan memiliki struktur yang lebih rumit. Tidak hanya dewan komisaris, tetapi dewan pengawas syariah hingga dewan syariah nasional pun memiliki peran dalam mengawasi jalannya perusahaan.