TECH

Filipina Bakal Larang Pengguna Medsos yang Pakai Akun Anonim

Masih terjadi perdebatan apakah RUU anonimitas perlu.

Filipina Bakal Larang Pengguna Medsos yang Pakai Akun AnonimIlustrasi pengguna media sosial anonim. Shutterstock/Sander van der Werf
07 February 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Masyarakat Filipina kelak agaknya tak bakal lagi bisa “berlindung” di balik anonimitas akun saat berselancar di media sosial. Pasalnya, parlemen Filipina telah menyetujui rancangan undang-undang (RUU) yang mewajibkan pengguna medos untuk mendaftarkan identitas resmi serta nomor telepon saat membuat akun baru.

RUU itu diyakini merupakan langkah ambisius untuk menggagalkan penyalahgunaan informasi online, sekaligus memaksa pengguna mengungkapkan detail identitas yang memungkinkan pelacakan.

“Ini adalah kontribusi kecil kami untuk melawan anonimitas yang menyediakan lingkungan bagi provokasi (troll) dan serangan jahat lainnya untuk berkembang di era media sosial," kata Senator Franklin Drilon, salah satu perancang RUU tersebut, seperti dikutip dari Reuters, Senin (7/2).

RUU tersebut telah disahkan majelis rendah dan senat, namun masih membutuhkan persetujuan presiden. Drilon menambahkan peraturan baru itu juga bakal mencegah pembuat akun anonim mana pun melancarkan serangan membabi buta.

Sekitar 79 juta dari 110 juta penduduk Filipina memakai ponsel pintar. Itu membuat Filipina termasuk ke dalam negara dengan pemakai ponsel pintar tertinggi Asia. Secara global, Filipina bahkan menempati posisi teratas dalam urusan menghabiskan waktu di media sosial dan internet setiap hari.

RUU yang disebut "Undang-Undang Pendaftaran Kartu Modul Identitas Pelanggan (SIM)" itu juga mewajibkan pemilik SIM ponsel untuk didaftarkan ke operator.

Tiga perusahaan telekomunikasi di Filipina menyambut baik RUU tersebut.

Demi menjaga pemilu kondusif

RUU itu tidak menjelaskan bagaimana mengenali apakah nama atau nomor yang digunakan seseorang untuk mendaftar akun media sosial palsu. Namun, RUU mengatur hukuman penjara atau denda besar—atau bahkan keduanya—jika informasi yang diberikan fiktif.

Pada Mei nanti, Filipina akan menggelar pemilihan umum untuk memilih presiden, anggota parlemen dan ribuan jabatan politik. Media sosial dikhawatirkan bakal menjadi medan pertempuran kampanye utama.

Kemenangan Rodrigo Duterte dalam pemilu presiden 2016 dikritik para lawannya karena memanfaatkan provokasi di media sosial dengan mengerahkan para influencer. Seperti terjadi di Indonesia, kampanye politik pun dihiasi penyebaran disinformasi untuk mendiskreditkan dan mengancam lawan.

Kantor kepresidenan Filpina telah menolak tudingan itu dan mengatakan tidak memaafkan penyalahgunaan media sosial

Sementara itu, Twitter dan Facebook di Filipina menerima tekanan untuk dapat memerangi berita palsu dan akun akal-akalan. Facebook menolak mengomentari undang-undang Filipina, sedangkan Twitter tidak segera menanggapi permintaan komentar.

Niatan serupa: Australia, Inggris, India

Filipina dapat menjadi contoh kasus tindakan pemerintah terhadap akun anonim di media sosial. Namun, rencana serupa sebelumnya telah diperkenalkan oleh sejumlah negara.

Pemerintah Australia sebelumnya sudah memperkenalkan rencana serupa. Pada November 2021, Australia menyatakan sedang menyusun UU yang akan memaksa perusahaan media sosial mengungkapkan identitas pengguna anonim sebagai upaya menindak provokasi.

Perusahaan media sosial juga diminta mengumpulkan perincian data pengguna, memungkinkan pengadilan untuk memaksa perusahaan menyerahkan identitas pengguna jika ada kasus pencemaran nama baik, dan bertanggung jawab secara hukum atas konten yang mereka terbitkan dari pengguna sekaligus menghilangkan tanggung jawab dari individu dan maupun perusahaan yang mengelola akun.

“Dunia online seharusnya tidak menjadi dunia yang liar tempat para bot, (pengguna) fanatik, dan lainnya dapat secara anonim berkeliling dan menyakiti orang,” kata Perdana Menteri Australia, Scott Morrison, sembari menambahkan RUU akan diperkenalkan ke parlemen pada awal tahun ini, seperti dikutip dari ABC.

Inggris pun tengah menimbang kebijakan tentang pendaftaran akun media sosial dalam upaya mengekang anonimitas daring menyusul pembunuhan seorang anggota parlemen tahun lalu.

Tahun lalu, India menyatakan Facebook, YouTube, Twitter, dan TikTok harus mengungkapkan identitas pengguna jika diminta lembaga pemerintah. 

Related Topics