TECH

Riset: Adopsi Aset Kripto di RI Menggeliat Meski Kondisi Pasar Lesu

Transaksi aset kripto turun 65,5% pada Juni 2022.

Riset: Adopsi Aset Kripto di RI Menggeliat Meski Kondisi Pasar LesuIlustrasi aset kripto. Shutterstock/Pedrosek
16 September 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Adopsi aset kripto di Indonesia menggeliat meski kondisi pasar secara keseluruhan tengah lesu, menurut laporan Chainanalysis. Perusahaan analisis blockchain tersebut bahkan menyatakan, pemanfaatan aset kripto di dalam negeri akan terus tumbuh dalam 10 tahun mendatang.

Menurut riset perihal Indeks Adopsi kripto Global 2022, Indonesia termasuk sebagai negara berkembang yang memiliki tingkat adopsi kripto tinggi. RI menempati peringkat ke-20. Meski peringkat rendah, posisi ini lebih baik karena tahun lalu Indonesia belum masuk ke posisi 20 negara teratas.

Sebagai perbandingan, negara tetangga Vietnam berhasil menduduki peringkat satu dalam laporan Chainalysis.

Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo), Teguh Kurniawan Harmanda, menyatakan prestasi Indonesia ini cukup membanggakan. Menurutnya, laporan itu cukup membuktikan bahwa aset kripto di Indonesia masih tumbuh dengan baik.

“Adopsi kripto yang tinggi ini didorong oleh penetrasi teknologi lebih luas dan edukasi investasi yang terus dilakukan, bersamaan regulasi yang aman melindungi konsumen," kata pria yang akrab disapa Manda ini dalam keterangan kepada media, Jumat (16/9).

Menurutnya, itu juga terjadi di tengah siklus pasar yang turun atau kerap disebut dengan crypto winter. Sebagai bukti, transaksi aset kripto pada Juni tahun ini hanya Rp20 triliun, atau turun 65,5 persen ketimbang periode sama tahun lalu (year-on-year/yoy).

“Penurunan disebabkan oleh kondisi situasi makroekonomi dan inflasi yang yang tinggi di beberapa negara,” ujarnya.

Pemanfaatan blockchain

Ilustrasi Ethereum/Pixabay

Investor disinyalir telah menjauh dari aset kripto tradisional, seperti Bitcoin, mengingat kondisi pasar yang turun, kata Manda. Mereka diperkirakan beralih ke aset yang dibangun dengan utulitas yang menarik, seperti di dunia Web3, metaverse, dan teknologi blockchain lainnya.

"Saat ini pertumbuhan yang tinggi ada di proyek kripto berbasis Web3 yang mana banyak beralih ke aplikasi seperti aset yang tidak dapat dipertukarkan (non-fungible token/NFT) dan gim," kata Manda.

Dia menyebut industri blockchain khususnya sektor Web 3 telah lebih dikenal oleh masyarakat. Menurutnya, generasi ketiga internet ini telah menjelma menjadi sebuah lahan baru yang memiliki potensi pengembangan dan keuntungan besar.

Menurutnya, demi memicu adopsi lebih luas, aspek pengalaman pengguna mesti menjadi perhatian untuk ditingkatkan. Selain itu, keamanan turut menjadi faktor penting. Misalnya, saja pelaku aset kripto mesti memiliki lisensi.

“Edukasi tentang manfaat dan kegunaan dari teknologi yang dikembangkan untuk meraih tingkat kepercayaan yang tinggi di masyarakat," ujarnya.

Related Topics