Potensi Kerugian Kejahatan Siber & Fraud Global Capai Rp397 kuadriliun

- Potensi kerugian global akibat fraud dan serangan siber mencapai Rp397 kuadriliun hingga 2027 menurut IMF dan FBI.
- Jenis serangan siber semakin beragam dan canggih, meningkatkan kompleksitas perlindungan siber serta risiko penyalahgunaan data pribadi.
- Bank sentral mengungkapkan tiga tantangan dalam proteksi digital: rendahnya literasi digital, potensi penyalahgunaan data pribadi, dan pemanfaatan AI oleh pelaku kejahatan.
Jakarta, FORTUNE – Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Filianingsih Hendarta mengungkapkan, ancaman kejahatan fraud dan serangan siber masih membayangi sektor keuangan global. Bahkan, data International Monetary Fund (IMF) dan Federal Bureau of Investigation (FBI) memproyeksikan potensi kerugian global akibat fraud dan serangan siber bisa mencapai US$23,8 triliun atau sekitar Rp397 kuadriliun hingga 2027.
“Akibat kejahatan sumber akan melonjak dari US$8,4 triliun pada 2022 akan menjadi US$23,5 triliun di 2027,” kata Filianingsih saat Pembukaan Bulan Fintech Nasional (BFN) 2025 di Jakarta, Selasa (11/11).
Jenis serangan siber makin beragam

Selain itu, wanita yang akrab dipanggil Fili ini menyebut jenis serangan siber di dunia makin beragam dan semakin canggih. Mulai dari middleware attack, account takeover, synthetic ID, inflation driven attack, hingga social engineering yang menargetkan masyarakat.
Di sisi lain, kapasitas manajemen risiko dari pelaku industri masih belum merata dan masih banyak bergantung pada penyedia teknologi pihak ketiga. Hal ini meningkatkan kompleksitas dan pengendalian risiko dalam perlindungan siber. Bank sentral juga mengungkapkan tiga tantangan dalam proteksi digital.
“Dari sisi demand kita lihat perluasan layanan hingga ke masyarakat akan menghadirkan tantangan baru. Paling tidak, satu, kita lihat ada rendahnya literasi digital. Kedua, meningkatnya potensi penyalahgunaan data pribadi. Ketiga, pemanfaatan AI oleh pelaku kejahatan juga memperparah risiko itu,” ujar Fili.
Dengan demikian, berbagai ancaman kejahatan fraud dan serangan siber harus dilakukan secara komprehensif dan kolaboratif. Pelaku industri perlu untuk memperkuat fraud detection system, strong authentication, serta menerapkan prinsip know your merchant atau know your customer.


















