Profil Sam Altman dan Pergulatannya Mendirikan OpenAI

Jakarta, FORTUNE - Sam Altman, Co-Founder sekaligus CEO Open AI—perusahaan pengembang teknologi kecerdasan buatan berbasis di San Fransisco, Amerika Serikat—melawat ke Indonesia pekan ini.
Pria yang masuk nominasi Fortune 40 under 40 pada 2015 tersebut melejit setelah pada 30 November 2022 mencuit di Twitter sembari memberikan tautan website chatbot baru OpenAI secara cuma-cuma: “hari ini kami meluncurkan ChatGPT. Coba ajak dia ngobrol."
Teknologi yang digunakan ChatGPT sebenarnya bukan barang baru, dan sudah banyak diadopsi pada berbagai chatbot beredar sebelumnya. Namun, ia memberikan terobosan besar yang penggunanya dapat berdialog panjang-lebar secara luwes, menjawab pertanyaan, dan menyusun nyaris segala bentuk materi tertulis yang diminta seperti rencana bisnis, kampanye iklan, puisi, guyonan, kode komputer, dan naskah film.
Meski kemampuannya jauh dari sempurna, ChatGPT mengejutkan banyak pihak dengan capaian lebih dari satu juta pengguna hanya dalam lima hari setelah diluncurkan. Facebook bahkan butuh waktu 10 bulan untuk menggapai jumlah tersebut.
Meski demikian, Altman bukan orang baru di dunia teknologi. Pria berusiah 38 tersebut merupakan pengusaha sukses dan investor teknologi terkemuka di AS. Ia juga dikenal sebagai mantan presiden Y Combinator, salah satu inkubator startup paling terkenal di dunia dan Altman telah menjadi tokoh penting dalam memajukan industri teknologi. Berikut profil lengkapnya:
<h2>Dari Loopt ke Y Combinator</h2>
Sam Altman lahir pada 1985 di St. Louis, Missouri, dan menunjukkan bakat teknis yang luar biasa sejak usia muda. Ia mulai memprogram komputer pada usia 8 tahun dan mulai mengembangkan perangkat lunak yang sukses secara komersial di usianya yang ke-13. Altman kemudian melanjutkan pendidikan di Universitas Stanford, tetapi memutuskan untuk meninggalkan kuliahnya untuk fokus pada kewirausahaan.
Pada 2005, Altman mendirikan perusahaan pertamanya, Loopt, yang merupakan aplikasi peta berbasis lokasi yang revolusioner pada masanya. Loopt menjadi salah satu aplikasi pertama yang menggabungkan GPS dengan jejaring sosial, memungkinkan penggunanya untuk berbagi lokasi mereka dengan teman-teman mereka. Kesuksesan Loopt menarik perhatian industri, dan pada 2009 perusahaan tersebut diakuisisi oleh Green Dot Corporation.
Usai sukses dengan Loopt, Altman kemudian diundang untuk bergabung dengan Y Combinator sebagai presiden pada 2014. Y Combinator adalah inkubator startup yang telah melahirkan perusahaan-perusahaan terkenal seperti Airbnb, Dropbox, dan Reddit.
Dalam waktu setahun, Altman telah meningkatkan jumlah dan jenis perusahaan yang diterima di Y Combinator menjadi 222 lulusan, mengadakan seminar 'Sekolah Startup' di luar Silicon Valley (terutama di London, ditambah versi online dalam kemitraan dengan Stanford) dan menjangkau perempuan dan pengusaha minoritas. “Tujuan saya adalah menggandakan dampak kami setiap tahun,” demikian ditulis Fortune.com.
Sam Altman dikenal karena pandangannya yang progresif tentang teknologi dan masa depannya. Ia tertarik dengan perkembangan kecerdasan buatan, robotika, dan bioteknologi. Altman percaya bahwa teknologi akan terus mengubah dunia dengan cara yang mendalam, dan ia berkomitmen untuk mendukung perusahaan dan ide-ide yang berpotensi menciptakan dampak positif yang besar bagi masyarakat.
<h2>Mendirikan OpenAI</h2>
OpenAI bermula pada Juli 2015, ketika Altman masih menakhodai Y Combinator. Saat itu, ia menggelar makan malam privat di hotel mewah Rosewood Sand Hill. Elon Musk hadir dalam jamuan tersebut, juga Greg Brockman—kelak ikut mendirikan OpenAI . Beberapa undangan lainnya adalah peneliti AI kakap.
Para hadirin pertemun tersebut membicarakan kemungkinan perkembangan artificial general intelligence (AGI). Saat itu Google baru saja membeli perusahaan yang bagi mereka menjadikan raksasa tersebut untuk menjadi pionir pengembangan AGI: startup jaringan neural di London, DeepMind.
Jika DeepMind berhasil, Google dapat memonopoli teknologi tersebut. Tujuan dari jamuan makan malam itu adalah membicarakan pembentukan laboratorium pesaing yang dapat menjamin langkah Google tersandung.
Laboratorium baru itu ditujukan untuk berbagai hal yang tidak disasar oleh DeepMind dan Google. Ia akan dijalankan sebagai organisasi nirlaba yang didedikasikan untuk memeratakan manfaat dari AI lebih lanjut. Janjinya adalah menerbitkan hasil penelitiannya, dan menyediakan teknologinya secara terbuka.
Komitmen akan keterbukaan terejawantahkan via namanya: OpenAI. Laboratorium itu menghimpun daftar para penderma: bukan saja Musk, tapi juga para koleganya di PayPal, Thiel dan Hoffman; Altman dan Brockman; co-founder Y Combinator, Jessica Livingston; YC Research, yayasan yang didirikan Altman; firma alihdaya TI India, Infosys; dan Amazon Web Services.
Total komitmen para pendonor untuk OpenAI saat itu, menurut laporan Fortune, mencapai US$1 miliar.
Problemnya, melatih biaya pengembangan yang dibutuhkan OpenAI sangat mahal—termasuk untuk menggaji para periset AI seperti Ilya Sutskever, saintis kelahiran Rusia yang datang ke OpenAI dari Google, yang mencapai US$1,9 juta untuk beberapa tahun pertama.
Setelah beberapa tahun, Altman dan yang lainnya di OpenAI memutuskan takkan bersaing dengan Google, Meta, dan raksasa teknologi lain. Dan laboratorium tersebut harus menghasilkan laba. “Jumlah uang yang kami butuhkan untuk berhasil dalam misi jauh lebih besar dari yang awalnya saya duga,” kata Altman kepada majalah Wired pada 2019.
Altman sendiri, meski terlibat di OpenAI sejak awal, baru menjadi CEO pada Mei 2019 setelah laboratorium itu menjadi perusahaan bertujuan komersial. Posisi barunya tersebut dianggap sebagai langkah strategis OpenAI mencari pendanaan. Altman yang dikenal ahli dalam menggalang dana dan memusatkan perhatian pada produk—sekaligus tegangan antara memainkan insting komersial serta komitmen pada ide-ide besar yang didorong sains—merefleksikan upaya tersebut.
Dengan keberadaan unit komersial, OpenAI mulai berlaku bak startup lain: menggalang dana. Namun, OpenAI menciptakan struktur tidak biasa yang mematok imbal hasil investor berkali lipat investasi awalnya. Dan dewan nirlaba OpenAI, yang dipenuhi tokoh-tokoh Silicon Valley, akan tetap memiliki kendali atas hak intelektual OpenAI.
Tak betah dengan struktur tersebut, Elon Musk menyatakan hengkang pada 2018 dengan dalih harus mengurus SpaceX dan Tesla. Dus, meski awalnya didirikan bukan atas kehendak korporasi, OpenAI berubah menjadi alat bagi perusahaan teknologi raksasa seperti Microsoft.
<h2>Akhirnya direkrut Microsoft pada November 2023</h2>
Satya Nadella tak mau buang waktu. Hanya berselang dua hari sejak OpenAI memecat Sam Altman, CEO Microsoft itu langsung merangkulnya.
Tak sendiri, Altman juga akan membawa ‘gerbong’ pengembang Chat GPT pindah bersamanya ke Microsoft. “Kami sangat bersemangat mengumumkan bahwa Sam Altman, Greg Brockman, Bersama para kolega mereka akan bergabung dengan Microsoft dan memimpin tim baru dalam pengembangan teknologi kecerdasan buatan,” kata Nadella melalui akun X (Twitter), Senin (20/11).
Nadella juga menyatakan bahwa Perusahaan akan mendukung mereka dengan sumber daya yang dibutuhkan. Pada platform yang sama, Altman menyahut singkat, “Misi berlanjut.”