TECH

5 Whistleblower Perusahaan Teknologi, Bukan Hanya dari Facebook

Ada Google, Pinterest, hingga Amazon.

5 Whistleblower Perusahaan Teknologi, Bukan Hanya dari FacebookGoogle. (Shutterstock/Thaspol Sangsee)
13 October 2021
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Facebook merugikan anak-anak, memicu perpecahan, dan melemahkan demokrasi—begitulah citra Facebook di mata eks manajer produknya yang bernama Frances Haugen. Tak ayal, berbagai kritik terlontar dari perempuan itu, ditujukan untuk platform serta para petingginya.

Menurut Haugen, Facebook membahayakan kesehatan mental anak-anak perempuan. Bahkan, dia juga mempersoalkan kendali luas Mark Zuckerberg atas perusahaan.

“Para eksekutif tahu bagaimana cara membuat Facebook dan Instagram lebih aman (bagi semua kalangan), tetapi tak akan membuat perubahan lanjutan karena mereka mengutamakan keuntungan di atas kepentingan masyarakat,” katanya, dikutip CBS News, Rabu (13/10).

Sisi kritisnya membuatnya membocorkan dokumen internal Facebook kepada Kongres Amerika Serikat (AS) dan The Wall Street Journal. Langkah itu mengubahnya menjadi whistleblower yang mengorek sisi gelap raksasa teknologi, bergabung dengan deretan mantan karyawan lain mengambil keputusan serupa lebih dulu.

Mengutip The Guardian, berikut 5 whistleblower perusahaan teknologi selain Haugen. Simak baik-baik ulasannya.

1. Chelsey Glasson (Google)

Perempuan bernama Chelsey Glasson minggat dari Google pada 2019 dan mengajukan dugaan diskriminasi kehamilan dan balas dendam setahun setelahnya. Persidangan bertahun-tahun terhadap perusahaan bernilai miliaran dolar AS itu terasa seperti pekerjaan paruh waktu bagi ibu dua anak tersebut.

Setelah pergi dari Google, dia bekerja di Facebook. Belum lama dia menyandang status karyawan di sana, Google telah memanggil paksa dirinya ke pengadilan dengan dalih membocorkan catatan karyawannya kepada Departemen Hukum Facebook.

Sejak saat itu, menurut Glasson, Google telah mengobok-obok kehidupan pribadinya. “Orang-orang tak mengerti, saat Anda mengajukan gugatan sebagai penggugat, itu membuat kehidupanmu seolah hanya pajangan."

Pada 2020, Glasson memutuskan bekerja sama dengan senator Washington, Karen Keizer, untuk mendorong RUU yang memperpanjang waktu seseorang dalam mengajukan klaim diskriminasi kehamilan—dari enam bulan menjadi satu tahun.

Google enggan menanggapi kisah tersebut.

2. Timnit Gebru (Google)

Timnit Gebru tak menyarankan siapa pun untuk menjadi whistleblower, mengingat betapa minim perlindungan yang dia terima ketika melakukan itu.

Pemimpin ternama penelitian etika kecerdasan buatan (AI) itu digulingkan dari Google akibat menolak menarik kembali makalah penelitian mengenai kejatuhan jenis perangkat lunak AI penggerak mesin pencari raksasa itu.

Berbulan-bulan setelah itu, dia dihujani oleh serangan penghinaan dan pelecehan bernada misoginis, serta kebencian penuh rasisme. Bahkan, dia juga menjadi target kampanye pelecehan daring oleh banyak akun anonim. Kepala Penelitian Google, Jeff Dean tak segan-segan menyebut kualitas makalahnya di bawah standar.

Terlepas dari kemenangan yang dia raih berkat bantuan banyak pihak dan keberaniannya, menurutnya itu tak sebanding dengan risiko yang harus dihadapi.

Related Topics