BUSINESS

Riset: 30% Konsumen Mau Bayar Lebih Mahal demi Produk Ramah Lingkungan

Sektor bisnis harus terapkan konsep bisnis berkelanjutan.

Riset: 30% Konsumen Mau Bayar Lebih Mahal demi Produk Ramah LingkunganIlustrasi bisnis berkelanjutan. Shutterstock/Miha Creative
25 April 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Saat ini, kesadaran konsumen Indonesia terhadap tanggung jawab lingkungan sudah cukup tinggi. Sebanyak 77% konsumen Indonesia mengaku telah menyadari isu perubahan iklim meskipun belum secara aktif mendalami isu tersebut dan melakukan perubahan gaya hidup untuk menekan laju perubahan iklim. Namun, ada harapan bahwa perubahan perilaku dan gaya hidup yang lebih ramah lingkungan akan secara bertahap meningkat dan menjadi lebih umum.

Temuan ini tecermin dari hasil riset Boston Consulting Group (BCG) bekerja sama dengan Startup Sampingan bertajuk "Accelerating a low carbon future: bridging intention and action". Dalam riset tersebut ditemukan bahwa saat ini sekitar 50 persen konsumen sudah melakukan perubahan gaya hidup seperti mengurangi penggunaan plastik atau melakukan pemilahan sampah meskipun belum dilakukan secara konsisten.

Riset juga menunjukkan, 30 persen konsumen bersedia membayar hingga 10 persen lebih mahal dari harga asli untuk produk dan layanan yang rendah emisi karbon, bahkan seperlima dari responden bersedia membayar hingga 50 persen lebih mahal dari harga asli. 

Haikal Siregar, Managing Director & Partner, Head of Boston Consulting Group Indonesia mengatakan perubahan iklim bukan lagi permasalahan masa depan. Perubahan iklim adalah permasalahan hari ini.

“Kami sangat senang bersama-sama dengan Sampingan dapat berkolaborasi untuk meluncurkan riset berjudul Accelerating a low carbon future: bridging intention and action. Harapannya melalui riset ini, konsumen dan sektor bisnis di Indonesia memiliki gambaran mengenai apa yang kita bisa lakukan untuk bersama-sama menekan laju perubahan iklim yang terjadi saat ini," ujarnya.

CEO and Co-Founder Sampingan, Wisnu Nugrahadi, mengatakan riset tersebut bertujuan untuk mengetahui tingkat kesadaran masyarakat ihwal emisi karbon.

"Memanfaatkan teknologi yang dimiliki Sampingan serta luasnya jangkauan terhadap responden melalui jaringan pekerja kerah biru yang tergabung dalam platform kami di Indonesia, seluruh kegiatan survei dilakukan secara online dalam waktu tidak lebih dari dua pekan," katanya.

Kesenjangan kesadaran akan emisi karbon

Ilustrasi ekosistem EBT.
Ilustrasi ekosistem EBT. (Pixabay/Akitada31)

Survei untuk riset dilakukan secara online dengan 600 responden yang tersebar di delapan provinsi di Indonesia yang mencakup Jabodetabek, Bandung, Medan, Denpasar, dan daerah pedesaan di Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Riau, dan Jawa Timur. 

"Dalam riset ini, kami bersama Boston Consulting Group kami juga merumuskan rekomendasi tentang bagaimana sektor bisnis dan konsumen dapat menjadi bagian dari solusi perubahan iklim," ujarnya.

Berdasarkan riset ini, diperlukan partisipasi aktif konsumen untuk dapat memperhatikan penggunaan produk dan energi yang lebih ramah lingkungan, dan juga menyebarkan informasi tentang perubahan iklim ke lingkungan sekitarnya. Di dalam riset ini, juga ditemukan bahwa penanganan perubahan iklim yang efektif tidak cukup hanya melalui perubahan pola konsumsi konsumen, tetapi juga produksi. Untuk itu, dibutuhkan peran besar dari pebisnis untuk mencapai emisi rendah karbon.

Kontribusi sektor bisnis untuk tanggung jawab ingkungan

Ilustrasi Gaya Hidup Berkelanjutan. Shutterstock/svitlini
Ilustrasi Gaya Hidup Berkelanjutan. Shutterstock/svitlini

Related Topics