Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Indonesia Desak AS Turunkan Tarif Ekspor Komoditas Utama

Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto.
Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto. (dok. Kemenko Ekon)
Intinya sih...
  • Pemerintah Indonesia meminta Amerika Serikat memberikan perlakuan tarif setara terhadap ekspor komoditas utama Indonesia.
  • Indonesia mengusulkan agar tarif ekspor ke AS setara dengan negara lain seperti Vietnam dan Bangladesh untuk menciptakan equal level playing field.
  • Indonesia telah menandatangani non-disclosure agreement (NDA) dengan pemerintah AS.

Jakarta, FORTUNE - Pemerintah Indonesia secara resmi meminta Amerika Serikat (AS) memberikan perlakuan tarif setara (resiprokal) terhadap ekspor komoditas utama Indonesia. Tujuan permintaan ini agar produk-produk Indonesia dapat bersaing di pasar AS pada level yang sejajar dengan negara mitra dagang AS lainnya.

Permintaan ini diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (28/4).

"Artinya untuk komoditas-komoditas utama Indonesia yang ekspor ke Amerika, Indonesia minta agar tarif kita setara dengan negara lain, apakah itu Vietnam, apakah itu Bangladesh, sehingga kita dengan yang lain itu dapat equal level playing field," ujar Airlangga.

Komoditas utama Indonesia yang diekspor ke Amerika Serikat adalah barang elektronik, pakaian jadi dan aksesori, serta alas kaki.

Permintaan resmi telah disampaikan Indonesia dalam bentuk surat kepada pemerintah AS pada 7 dan 9 April lalu. Menurut Airlangga, surat komprehensif tersebut mendapat apresiasi dari pemerintah AS karena tidak hanya mencakup isu tarif, tetapi juga aspek non-tarif serta strategi Indonesia dalam menyeimbangkan neraca perdagangan kedua negara.

Indonesia menawarkan pendekatan fair and square dalam negosiasi ini. Dengan neraca dagang Indonesia yang mencatat surplus US$19 miliar terhadap AS, Indonesia telah menyiapkan komitmen pembelian langsung barang dan jasa dari AS senilai US$19,5 miliar, termasuk melalui proyek-proyek baru.

Indorama akan berinvestasi di Amerika Serikat

Salah satu proyek besar yang menjadi bagian dari pendekatan Indonesia adalah rencana investasi perusahaan Indorama senilai US$2 miliar di Louisiana, Amerika Serikat, untuk mengembangkan blue ammonia, produk kimia berbasis energi bersih.

Selain isu tarif dan komitmen pembelian, Indonesia juga mengangkat isu penting lainnya dalam dialog dengan pihak Amerika, seperti penguatan kerja sama pada sektor critical minerals atau mineral strategis, serta kolaborasi pada bidang pendidikan dan sains.

Pemerintah AS, melalui United States Trade Representative (USTR), telah merespons positif permintaan ini dan menugaskan timnya untuk segera merundingkan berbagai isu perdagangan tersebut bersama Indonesia. Dalam proses negosiasi ini, Indonesia juga telah menandatangani non-disclosure agreement (NDA), sebagai bentuk komitmen menjaga eksklusivitas pembahasan antara kedua pihak.

“Amerika melihat posisi Indonesia penting secara geopolitik, dan kami terus menjaga dialog yang produktif. Presiden juga menekankan bahwa semua yang kita tawarkan harus berprinsip pada solusi win-win, tidak mendiskriminasi negara mana pun,” kata Airlangga.

Ia menambahkan, langkah-langkah konkret seperti deregulasi di dalam negeri serta pembentukan Satgas khusus juga menjadi bagian dari kesiapan Indonesia dalam menjaga kepercayaan mitra global, termasuk Amerika Serikat.

Sebagai informasi latar, pemerintah Indonesia dan AS telah menggelar pertemuan resmi di Washington DC untuk mendiskusikan kebijakan tarif resiprokal yang saat ini masih ditunda sejak 9 April 2025. Pemerintah Indonesia mengharapkan detail pembahasan dan negosiasi teknis dapat diselesaikan dalam 60 hari.

Negara-negara yang dikenai tarif resiprokal AS adalah mereka yang dikenakan tarif impor yang sama dengan tarif yang dikenakan negara tersebut terhadap produk AS. 

Beberapa negara yang terkena tarif resiprokal termasuk Indonesia (32 persen), Cina (34 persen), Vietnam (46 persen), Kamboja (49 persen), dan Laos (48 persen). Tarif resiprokal ini diterapkan sebagai bentuk balasan terhadap hambatan perdagangan yang dihadapi eksportir AS. 

 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Bonardo Maulana
EditorBonardo Maulana
Follow Us