Industri Tekstil Didorong Tingkatkan Impor Kapas dari AS

- Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mendukung peningkatan impor kapas dari AS untuk mengurangi defisit perdagangan dengan Amerika Serikat.
- Peningkatan impor kapas dari AS harus dibarengi dengan sinergi antara pelaku industri tekstil dari hulu ke hilir dan komunikasi intensif dengan pelaku usaha kapas di AS.
- Pelaku usaha mulai bersiap menghadapi potensi demand shock akibat naiknya harga barang di pasar AS.
Jakarta, FORTUNE — Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyatakan kesiapannya mendukung langkah pemerintah dalam upaya menekan defisit perdagangan dengan Amerika Serikat (AS). Salah satu cara yang akan ditempuh adalah dengan meningkatkan volume impor kapas dari Negeri Paman Sam.
Langkah tersebut dipandang sebagai bagian dari strategi trade-off menyusul kebijakan tarif resiprokal 32 persen yang diberlakukan oleh Presiden AS, Donald Trump, terhadap produk-produk asal Indonesia.
Ketua Umum API, Jemmy Kartiwa, mengatakan saat ini proporsi impor kapas Indonesia dari AS baru mencapai sekitar 17 persen dari total kebutuhan nasional. Dalam konteks perubahan dinamika perdagangan global, terutama akibat tarif tinggi dari AS, Jemmy menilai bahwa porsi impor tersebut masih memiliki potensi untuk ditingkatkan.
“Kita bisa impor katun lebih banyak. Saat ini hanya sekitar 17 persen dari total impor kapas yang berasal dari Amerika. Porsi dari Amerika itu masih bisa ditingkatkan,” kata Jemmy saat ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Senin (7/4).
Menurutnya, peningkatan impor kapas dari AS perlu diiringi dengan sinergi yang kuat antara para pelaku industri tekstil dari hulu hingga hilir. Untuk mewujudkan hal tersebut, API berencana menjalin komunikasi lebih intensif dengan para pengusaha kapas di AS, termasuk melalui forum-forum seperti Cotton Council International (CCI).
Jemmy menyatakan kalangan industri tekstil Indonesia tidak menginginkan adanya retaliasi tarif sebagai respons terhadap kebijakan AS. Sebaliknya, pendekatan negosiasi dianggap lebih bijaksana dan menguntungkan dalam jangka panjang, terutama mengingat sektor tekstil dan produk tekstil (TPT), pakaian jadi, serta alas kaki merupakan salah satu penyumbang surplus perdagangan terbesar bagi Indonesia.
“Ekspor TPT, pakaian jadi, dan sepatu kita itu masuk tiga besar. Dari total surplus perdagangan Indonesia sebesar US$17,9 miliar, sekitar 25 persen berasal dari sektor ini,” ujarnya.
Potensi demand shock dari AS
Di sisi lain, para pelaku usaha juga mulai bersiap menghadapi potensi demand shock yang mungkin terjadi akibat kenaikan harga barang di pasar AS.
Tarif tambahan ini dikhawatirkan dapat memicu inflasi di AS, yang pada akhirnya akan menekan daya beli konsumen dan berujung pada penurunan permintaan terhadap produk-produk tekstil dari Indonesia.
“Kalau demand shock terjadi, artinya pembelian dari Amerika bisa turun hingga 30 persen. Harga barang bisa naik 20 sampai 25 persen. Itu harus diantisipasi,” kata Jemmy.
Meskipun demikian, Jemmy memandang tarif 32 persen yang dikenakan terhadap Indonesia masih relatif lebih rendah dibandingkan dengan tarif yang dikenakan pada negara lain di kawasan, seperti Vietnam (46 persen) atau Kamboja (49 persen). Hal ini justru dapat menjadi peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan daya saingnya di tengah ketegangan perdagangan global.
“Kalau tarif kita 32 persen dan tidak berubah, sedangkan negara lain lebih tinggi, sebenarnya Indonesia punya potensi naik secara kompetitif,” ujarnya.
Di tengah kekhawatiran terhadap lonjakan tarif dan potensi gangguan permintaan, para pelaku industri TPT saat ini juga tengah memetakan potensi dampak terhadap kinerja ekspor. Meskipun belum ada keputusan untuk menahan pengiriman barang (shipment), Jemmy menyatakan API tengah mengumpulkan data untuk mengambil keputusan yang didasarkan pada fakta pada masa mendatang.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, usai berdiskusi dengan lebih dari 100 asosiasi pengusaha pada Senin (7/4), menyatakan peluang negosiasi dengan meningkatkan impor dari AS diharapkan dapat melonggarkan tarif impor dari AS.
Pemerintah berencana meningkatkan impor gandum, kapas, serta produk minyak dan gas dari AS sebagai upaya memperkuat posisi tawar dalam melakukan negosiasi terkait pemberlakuan tarif resiprokal oleh Trump.
Dengan dorongan peningkatan impor kapas dari AS dan semangat negosiasi sebagai pendekatan utama, Indonesia berharap dapat menjaga keseimbangan hubungan dagang yang saling menguntungkan.