Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Lebih dari 50 Negara Dekati AS untuk Bahas Tarif Trump

Donald Trump presiden Amerika Serikat
Donald Trump (instagram.com/realdonaldtrump)
Intinya sih...
  • Lebih dari 50 negara menghubungi AS terkait tarif Trump.
  • Tarif baru akan berlaku tanpa penundaan.
  • Respon terpecah di Kongres, termasuk dukungan dan kekhawatiran.

Jakarta, FORTUNE - Gelombang kekhawatiran menyelimuti perekonomian global setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengumumkan tarif impor baru pada awal April.

Tidak main-main, lebih dari 50 negara dilaporkan telah menghubungi Gedung Putih dalam upaya membuka jalur negosiasi terkait kebijakan yang berpotensi mengguncang pasar finansial dan memicu resesi ini.

Kabar tersebut disampaikan langsung oleh para pejabat tinggi Gedung Putih pada Minggu (6/4), seperti dilansir oleh media AS, Fortune.

Rencananya, tarif-tarif baru ini akan mulai berlaku pada Rabu mendatang, menandai babak baru dalam ketidakpastian ekonomi dunia. Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, dengan nada tegas menyatakan bahwa ini bukanlah persoalan yang bisa diselesaikan dalam waktu singkat.

“Amerika Serikat harus melihat apa yang ditawarkan negara-negara tersebut dan apakah tawaran itu bisa dipercaya,” ujarnya.

Dari Florida, tempat ia menghabiskan akhir pekan dengan bermain golf, Presiden Trump menyampaikan pandangannya melalui media sosial. Dengan keyakinan penuh, ia menulis: “Kita akan menang. Tetap tegar, ini tidak akan mudah.”

Langkah Trump menerapkan tarif secara sepihak, tanpa restu dari Kongres, dilihat sebagai realisasi janji kampanyenya sejak lama. Kebijakan ini juga menandai perubahan signifikan dalam arah kebijakan perdagangan luar negeri AS. Trump sendiri percaya masyarakat Amerika siap menanggung kenaikan harga demi melindungi perekonomian nasional.

Menurut Kevin Hassett, penasihat ekonomi Gedung Putih, meskipun beberapa negara menunjukkan ketidakpuasan dan bahkan telah mengambil langkah balasan, “mereka juga datang ke meja perundingan.” Ia merujuk pada laporan Kantor Perwakilan Dagang AS yang mencatat bahwa lebih dari 50 negara telah menghubungi Gedung Putih untuk memulai pembicaraan.

Kebijakan tarif ini tidak pandang bulu karena menyasar sekutu dan rival AS. Bahkan Israel pun tidak luput dengan tarif sebesar 17 persen. Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dijadwalkan bertemu dengan Trump di Gedung Putih pada Senin. Selain membahas konflik di Gaza, isu tarif tentu akan menjadi salah satu agenda utama.

Vietnam, yang dikenal sebagai salah satu pusat produksi garmen dunia, juga tak tinggal diam dan telah menyampaikan keberatannya. Trump menyatakan bahwa pemimpin Vietnam, dalam pembicaraan telepon, mengatakan negaranya “ingin menurunkan tarif menjadi nol jika dapat mencapai kesepakatan dengan AS.”

Perdana Menteri Italia, Giorgia Meloni, pun menanggapi kebijakan ini dengan tegas.

“Saya siap menggunakan segala instrumen—negosiasi maupun ekonomi—yang diperlukan untuk mendukung bisnis dan sektor kami yang mungkin terdampak,” ujarnya.

Tidak akan ada penundaan tarif

Kabar baik bagi yang berharap penundaan tarif, Menteri Perdagangan Howard Lutnick dengan lugas menyatakan bahwa hal itu tidak akan terjadi. “Tarif itu pasti akan diberlakukan. Tentu saja,” ujarnya. Namun, ia hanya memastikan bahwa tarif akan berlaku “selama beberapa hari dan pekan.”

Di sisi lain, respons di Kongres, yang didominasi oleh Partai Republik, terpecah. Beberapa senator mendukung usulan RUU bipartisan yang akan mewajibkan presiden untuk melaporkan dan mendapatkan persetujuan legislatif atas kebijakan tarif baru dalam waktu 60 hari. “Kami menyerahkan sebagian kekuasaan itu kepada eksekutif. Saya rasa, jika dilihat kembali, itu adalah sebuah kesalahan,” kata Don Bacon, anggota DPR dari Partai Republik asal Nebraska.

Senator John Barrasso dari Wyoming menyatakan bahwa Trump “melakukan hal yang sepenuhnya menjadi haknya.” Namun, ia menambahkan, “Ada kekhawatiran, dan kekhawatiran itu tersebar di seluruh negeri. Orang-orang memperhatikan pasar.”

Dari kalangan pengusaha, pebisnis superkaya, Elon Musk, yang kini menjabat sebagai Kepala Efisiensi Pemerintah, menyuarakan pendapat yang bertolak belakang. Dalam sebuah acara di Italia, ia menyampaikan keinginannya untuk melihat AS dan Eropa bergerak menuju “situasi tanpa tarif sama sekali.”

Komentar ini langsung ditanggapi oleh penasihat perdagangan Gedung Putih, Peter Navarro. “Elon, ketika dia sedang berada di jalur DOGE-nya, dia hebat. Tapi kita harus tahu apa yang sebenarnya terjadi. Elon menjual mobil. Dia hanya melindungi kepentingannya sendiri seperti halnya setiap pelaku bisnis.”

Sementara itu, Lawrence Summers, mantan Menteri Keuangan AS pada era Presiden Bill Clinton, melihat adanya inkonsistensi dalam pesan yang disampaikan oleh Trump dan tim ekonominya. “Kalau negara lain menghapus tarif dan AS juga, itu hanyalah kesepakatan biasa — kita tidak mendapatkan pemasukan, dan tidak menarik relokasi bisnis. Jika tarif dijadikan sumber pendapatan dan strategi relokasi bisnis, maka tarif harus permanen. Presiden tidak bisa bermain di dua sisi sekaligus,” katanya.

Para tokoh ini muncul dalam program televisi akhir pekan: Bessent di NBC Meet the Press, Hassett dan Summers di ABC This Week, Lutnick dan Barrasso di CBS Face the Nation, serta Navarro di Fox News Channel Sunday Morning Futures.

Share
Topics
Editorial Team
Bonardo Maulana
EditorBonardo Maulana
Follow Us