Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Lika-Liku IPO Fore: dari Trading Halt, Tarif Trump, dan Perubahan ARB

5M1A1649 (1).jpg
Pencatatan IPO Saham Fore Coffee (FORE). Dok BEI
Intinya sih...
  • Fore Coffee IPO menjadi kisah pertama jejaring kopi lokal yang melantai di bursa, didukung oleh investor utama East Ventures.
  • Trading halt terjadi dua kali sebelum IPO FORE, tapi perusahaan tetap maju dengan penawaran awal pada Maret dan rencana harga median.
  • Jadwal penawaran umum FORE terpaksa diundur karena tarif impor baru Trump dan ketegangan pasar global, tapi berhasil menarik 114.873 investor.

Jakarta, FORTUNE - Penawaran umum perdana saham (IPO) PT Fore Kopi Indonesia Tbk (FORE) menjadi sebuah anomali di tengah gejolak pasar modal Indonesia pada awal 2025. Dikawal oleh pemodal ventura, East Ventures, langkah Fore Coffee melantai di bursa menjadi kisah IPO pertama dari jejaring kopi lokal yang berani menantang ketidakpastian pasar, bahkan ketika indeks harga saham gabungan (IHSG) mengalami koreksi tajam.

East Ventures, selaku investor utama, memutuskan tetap memacu rencana IPO tersebut kendati pasar dirundung beragam sentimen negatif. Guncangan pasar bahkan memaksa sistem perdagangan otomatis Bursa Efek Indonesia (BEI) mengalami trading halt dua kali selama periode pra-IPO FORE. Salah satunya terjadi pada 18 Maret.

"Trading halt itu jam 11 [pagi], saya ingat. Kami dapat pra-efektif sorenya. Terus kami bingung lihat suratnya, ‘aduh, bagaimana nih? Disetujui, [tapi ada] trading halt’,” kata Willson Cuaca, Co-founder dan Managing Partner East Ventures. “Banyak yang telepon dan bilang, ‘Yakin ini mau IPO?’ ke kami.”

Namun, East Ventures dan Fore Coffee tidak gentar. Fundamental perusahaan dinilai solid: penjualan bersih mencapai Rp727,37 miliar dalam sembilan bulan pertama 2024, melesat 135,35 persen secara tahunan (YoY). Pada periode yang sama, Fore Coffee berhasil membalikkan rugi bersih Rp16,48 miliar (2023) menjadi laba bersih Rp42,35 miliar. Tanpa IPO sekalipun, operasionalisasi perusahaan masih sangat terjaga, tanpa urgensi membayar utang jumbo maupun niat exit investor.

Keputusan untuk maju terus dengan IPO, setelah persiapan matang sejak Agustus 2024, didasari pertimbangan dampak strategis bagi industri dan komitmen yang telah dibangun. Mundur dari rencana berpotensi mengirim sinyal keliru. Atas dasar itu, mereka memilih bertaruh.

Proses IPO berlanjut dengan penawaran awal (book building) pada 19–21 Maret, menawarkan harga pada rentang Rp160–Rp202 per saham dengan nilai nominal Rp70. Nilai emisi yang diincar pun relatif moderat, maksimal Rp379,8 miliar. Angka ini terbilang lebih kecil dibandingkan pendanaan yang biasa dihimpun East Ventures dari investor privat. Setelah paparan publik, tim memutuskan harga median. “Mengapa di tengah? Artinya, kalau investornya masih tertarik, mungkin harganya bisa naik, karena tidak di harga paling tinggi,” ujar Willson.

Namun, rencana tak selamanya mulus. Jadwal penawaran umum FORE terpaksa diundur “karena satu dan lain hal”, dari semula 26 Maret–9 April (termasuk periode libur Lebaran 28 Maret–7 April), menjadi 8–10 April. Willson mengakui, perubahan jadwal ini justru menambah kecemasannya.

Puncak ketegangan terjadi pada Kamis dini hari, 3 April 2025. Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengumumkan tarif dagang baru yang turut menyasar Indonesia dengan tarif impor 32 persen. Kebijakan ini sontak memicu tekanan di pasar saham global. Sementara itu, pasar modal Indonesia masih dalam suasana libur Idulfitri. Menjelang pembukaan kembali bursa pada 8 April, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BEI mengumumkan penyesuaian aturan batas auto reject bawah (ARB) serta mekanisme trading halt.

Benar saja, belum genap semenit perdagangan dibuka pada 8 April, trading halt kembali diberlakukan. IHSG terkoreksi tajam hingga menyentuh 9 persen. Resolusi East Ventures dan Fore Coffee kembali diuji. “Semua orang bilang, pasti terdampak nih [IPO FORE], pasti terkena. Terus, kami bagaimana? Waktu itu ya sudah, enggak berpikir [macam-macam]. Apa pun yang terjadi, terjadilah,” kata Willson.

Keberanian mengambil risiko memang telah menjadi DNA East Ventures sejak didirikan pada 2009. Saat belum banyak pihak melirik potensi investasi di ekonomi digital Indonesia, mereka telah menjadi pionir. Prinsipnya, tanpa investasi, tidak akan ada hasil. Sebaliknya, dengan berinvestasi, industri akan bertumbuh, sekalipun membutuhkan waktu.

Filosofi serupa diterapkan pada IPO Fore Coffee.

“Ini juga bisa sukseslah. Masa enggak ada sih [yang berminat investasi lewat IPO]? Ini fundamentalnya kuat. Hajar saja dulu. Misalnya kita IPO-nya gagal, turun, so what? Ruginya apa? Enggak ada,” ujar Willson. Ia percaya bahwa semua yang turun pada akhirnya akan naik, begitu pula sebaliknya.

Dengan perasaan campur aduk antara harapan dan kecemasan, Willson terus memantau perkembangan permintaan investor selama masa penawaran umum. Partisipasi investor melonjak dari sekitar 10.000, menjadi 30.000, kemudian 80.000, hingga akhirnya ditutup dengan total 114.873 investor. Jumlah ini hampir 1,5 kali lipat kapasitas Stadion Utama Gelora Bung Karno, yang mampu menampung sekitar 78.000 orang.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Bonardo Maulana
EditorBonardo Maulana
Follow Us