Surplus Neraca Dagang Indonesia Masih Berlanjut pada Januari 2025

- Surplus ditopang oleh komoditas non-migas seperti bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewan abadi, serta besi dan baja.
- Ekuador menjadi pemasok utama biji kakao bagi Indonesia dengan nilai impor mencapai US$136,79 juta pada 2024.
Jakarta, FORTUNE - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan surplus pada neraca perdagangan barang Indonesia pada Januari 2025 dengan nilai US$3,45 miliar. Angka tersebut meningkat US$1,21 miliar dibandingkan dengan bulan sebelumnya, sekaligus menandai surplus 57 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, mengatakan surplus pada Januari ditopang oleh neraca perdagangan non-migas, dengan "komoditas penyumbang surplus utama adalah bahan bakar mineral HS27, lalu lemak dan minyak hewan abadi HS15, dan juga besi dan baja atau HS72,” ujarnya dalam konferensi pers, Senin (17/2).
Sementara itu, neraca perdagangan migas masih mengalami defisit US$1,43 miliar, dengan penyumbang utamanya minyak mentah dan hasil minyak.
Secara lebih terperinci, Indonesia membukukan surplus perdagangan dengan beberapa negara utama. Tiga mitra dagang terbesar berikut memberikan surplus, seperti Amerika Serikat (US$1,58 miliar) yang dorongannya adalah ekspor mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya (HS85), pakaian dan aksesori rajutan (HS61), serta alas kaki (HS64).
Kemudian, India (US$0,77 miliar) dengan komoditas unggulan seperti bahan bakar mineral (HS27), bahan kimia anorganik (HS28), serta lemak dan minyak hewan nabati (HS15).
Selanjutnya, Filipina (USD 0,73 miliar), dengan kontribusi dari, terutama, ekspor kendaraan dan bagiannya (HS87), bahan bakar mineral (HS27), serta lemak dan minyak hewan nabati (HS15).
Di sisi lain, defisit perdagangan terjadi dengan beberapa negara, seperti Cina (US$1,77 miliar), yang didominasi oleh impor mesin dan peralatan mekanis (HS84), mesin dan perlengkapan elektrik (HS85), serta plastik dan barang dari plastik (HS39).
Kemudian, Australia sebesar US$0,19 miliar, dengan komoditas utama yang menyebabkan defisit adalah serealia (HS10), logam mulia dan perhiasan (HS71), serta bahan bakar mineral (HS27).
Lantas ada Ekuador dengan nilai US$0,13 miliar, dipicu oleh impor kakao dan olahannya (HS18), tembakau dan rokok (HS24), serta biji logam, terak, dan abu (HS26).
Lonjakan ekspor Kakao
BPS menyoroti lonjakan ekspor kakao dan olahannya (HS18) yang mencapai US$2,62 miliar pada 2024, alias tumbuh signifikan sebesar 118,64 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Memasuki Januari 2025, ekspor kakao Indonesia mencapai US$320,52 juta, meningkat 3,4 persen dari bulan sebelumnya.
Adapun tiga negara utama tujuan ekspor kakao Indonesia adalah Amerika Serikat (US$71,66 juta), India (US$47,49 juta), dan Tiongkok (US$35,34 juta)
Produk kakao unggulan yang diekspor meliputi mentega kakao, lemak dan minyak kakao, bubuk kakao, serta pasta kakao.
Di sisi lain, Ekuador menjadi pemasok utama biji kakao bagi Indonesia dengan nilai impor mencapai US$136,79 juta pada 2024, disusul oleh Kenya dan Kamerun. Total impor kakao Indonesia, termasuk biji kakao utuh, pecah, mentah, dan sangrai, dengan nilai US$266,51 juta.