Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

AFPI Bantah Dugaan Praktik Kartel Bunga Pinjol

WhatsApp Image 2025-05-14 at 15.54.43.jpeg
Sekretaris Jenderal AFPI, Ronald Tauviek Andi Kasim (kanan), saat konferensi pers Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) soal dugaan kartel bunga pinjol, Rabu (14/5). (Eko Wahyudi/ FORTUNE Indonesia)
Intinya sih...
  • AFPI membantah adanya praktik kartel bunga pinjol sepanjang 2020-2023.
  • Penetapan batas suku bunga merupakan tanggung jawab industri atas arahan OJK.
  • Setelah terbitnya aturan resmi, AFPI mencabut kebijakan batas maksimum bunga yang berlaku sebelumnya.

Jakarta, FORTUNE - Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) membantah berlangsungnya praktik kartel atau kesepakatan bersama antarpelaku usaha terkait penetapan bunga dalam industri pinjaman online (pinjol) pada 2020 hingga 2023.

Sekretaris Jenderal AFPI, Ronald Tauviek Andi Kasim, menyatakan penetapan batasan suku bunga kala itu merupakan bentuk tanggung jawab industri yang dijalankan atas arahan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bukan hasil kesepakatan eksklusif antaranggota asosiasi.

“Yang ingin saya tegaskan di sini, tuduhan bahwa pelaku industri berkumpul dan sepakat menentukan bunga maksimum itu tidak terjadi. Kami menjalankan kebijakan tersebut karena diminta OJK [untuk menurunkan suku bunga]. Ini justru bentuk ikhtiar untuk melawan pinjol ilegal yang saat itu sangat merugikan industri,” kata dia dalam acara konferensi pers di Jakarta, Rabu (14/5).

Berdasarkan code of conduct AFPI 2018, suku bunga pinjaman online flat untuk platform legal mencapai 0,8 persen per hari. Kemudian pada 2021, persentasenya diubah menjadi 0,4 persen per hari.

Ronald menyatakan langkah penetapan batas bunga dilakukan sebagai strategi membedakan layanan pinjaman legal dari praktik ilegal yang tidak diawasi oleh otoritas. Menurutnya, citra industri fintech pembiayaan sempat tercoreng oleh praktik pinjol ilegal yang menawarkan bunga selangit dan kerap menggunakan cara-cara penagihan yang tidak manusiawi.

“Kami ini ibarat binatang yang sudah kurus-kurus di kebun binatang, sementara yang gemuk-gemuk alias pelaku ilegal malah tidak disentuh. Makanya kami dan OJK berdiskusi untuk menciptakan diferensiasi,” kata Ronald.

Karena kekosongan hukum, Ronald menekankan selama periode tersebut, bunga pinjaman tetap ditentukan secara individual oleh masing-masing platform. Penentuan bunga mempertimbangkan faktor risiko, jenis pinjaman (konsumtif, produktif, atau syariah), serta hasil kesepakatan antara pemberi pinjaman (lender) dan peminjam (borrower).

Tindak lanjut usai aturan resmi terbit

Setelah Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UUP2SK) disahkan dan OJK menerbitkan Surat Edaran OJK (SEOJK) No. 19 Tahun 2023, AFPI langsung mencabut kebijakan batas maksimum bunga yang sebelumnya berlaku.

SEOJK tersebut secara eksplisit menetapkan plafon bunga bagi berbagai jenis pinjaman fintech. Untuk pinjaman konsumtif, bunga maksimum ditetapkan 0,3 persen per hari untuk tenor kurang dari atau sama dengan 6 bulan, dan 0,2 persen per hari untuk pinjaman dengan tenor di atas 6 bulan.

Sementara itu, untuk pinjaman produktif bagi usaha mikro dan ultramikro, batas bunga ditentukan 0,275 persen per hari dengan tenor kurang atau sama dengan 6 bulan, dan 0,1 persen per hari tenor lebih dari 6 bulan.

Pinjaman produktif bagi segmen kecil dan menengah dikenakan bunga maksimal 0,1 persen per hari, tanpa membedakan tenor.

“Sekarang sudah clear. OJK sudah punya payung hukum yang kuat, dan kami sepenuhnya mengikuti itu,” kata Ronald.

Ia mengatakan diskusi yang intens antara OJK dan pelaku industri berkontribusi pada terbentuknya ketentuan tersebut.

“Diskusi itu ada. Akhirnya OJK menyetujui bahwa untuk 2025 dan seterusnya, bunga konsumtif tenor di atas 6 bulan maksimal 0,2 persen,” ujarnya.

Tegaskan komitmen industri

Ronald menepis anggapan bahwa kebijakan bunga yang sebelumnya dijalankan adalah bentuk manipulasi pasar. Namun, sebaliknya—ini adalah bentuk tanggung jawab industri untuk melindungi borrower dan menjaga minat lender.

“Kami ingin borrower mendapat bunga lebih ringan, tapi tanpa menurunkan minat lender. Kalau bunga ditekan terlalu rendah, risikonya tidak sebanding dan lender akan pergi. Justru borrower yang akan sulit mengakses dana,” ujar Ronald.

Sebelumnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan tengah menyelidiki dugaan pelanggaran Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999 terkait dugaan kartel bunga pada industri pinjaman online.

Dalam laporan awal, disebutkan 96 penyelenggara layanan pinjaman online yang tergabung dalam AFPI diduga menetapkan bunga harian maksimum secara bersama, yakni 0,8 persen per hari pada 2020 yang kemudian menjadi 0,4 persen per hari pada 2021.

KPPU akan segera memulai Sidang Majelis Pemeriksaan Pendahuluan untuk mendalami dugaan ini. Jika terbukti melanggar, pelaku usaha dapat dikenai sanksi administratif berupa denda maksimal 50 persen dari keuntungan yang diperoleh dari pelanggaran atau 10 persen dari total penjualan di pasar terkait selama periode pelanggaran.

 

 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Bonardo Maulana
EditorBonardo Maulana
Follow Us