Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

BCA dan Mandiri Berbagi Kue Cicilan Paylater, Bank Lain Menyusul?

Ilustrasi Kartu Kredit Vs Paylater/Fortune Indonesia-Achmad Bedoel
Intinya sih...
  • Bank-bank besar berebut pasar paylater yang diminati jutaan pengguna.
  • Pangsa pasar global BNPL mencapai US$30,38 miliar pada 2023 dan diproyeksikan tumbuh menjadi US$167,58 miliar pada 2032.
  • BCA dan Bank Mandiri meluncurkan layanan paylater dengan pertumbuhan nasabah yang pesat, sementara Kredivo tetap eksis dengan mitigasi risiko yang kuat.

Jakarta, FORTUNE - Skema pembiayaan konsumen melalui fasilitas paylater semakin diminati. Bank-bank besar turut berebut ‘kue’ yang dulu didominasi pemain fintech. Bagaimana potensi cuan dan takaran risikonya?

Rahmat Cinde, 36, akhirnya menggunakan paylater untuk mudik lebaran, April 2024 lalu. Saat itu, ia sebenarnya telah membeli tiket pesawat untuk penerbangan Jakarta-Samarinda. Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Ia terlambat bangun sehingga ketinggalan pesawat. Sisa tabungannya menipis, namun tak ingin merepotkan keluarga, ia pun membeli tiket melalui agen perjalanan daring dengan fasilitas cicilan.

Proses pendaftarannya sederhana. Hanya dengan mengisi sejumlah data, lalu mengunggah foto kartu identitas. Waktu verifikasinya pun tak sampai satu jam. “Akhirnya saya dapat tiket pengganti untuk penerbangan dua hari berikutnya dengan harga Rp3,3 juta, cicilan tiga bulan, bunga nol persen,” kata Rahmat di sebuah cafe di Jakarta (17/5).

Rahmat adalah satu dari jutaan pengguna paylater. Berbeda dengan pinjaman online (pinjol) yang memberikan dana tunai, layanan paylater kerap digunakan untuk pembelian barang atau jasa. Skemanya mirip multifinance, namun prosesnya lebih ringkas melalui saluran digital dan tanpa perlu jaminan.

Fortune Business Insight mencatat, pangsa pasar Buy Now Pay Later (BNPL) global mencapai US$30,38 miliar atau sekitar Rp488 triliun pada 2023. Angka ini diproyeksikan tumbuh menjadi US$167,58 miliar pada 2032 dengan rata-rata pertumbuhan 20,7 persen per tahun. 

Tantangan bank sebagai pendatang baru

paylater merupakan alat pembayaran digital
ilustrasi belanja dengan fitur paylater (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Besarnya potensi pasar BNPL menarik minat dua bank besar, Bank Central Asia (BCA) dan Bank Mandiri untuk ambil bagian. Keduanya menyusul bank digital seperti Allo Bank dan lainnya yang lebih dulu bermain. Sementara itu, sejumlah bank lain seperti CIMB Niaga, BNI hingga BTN tampaknya tengah pasang kuda-kuda. 

Direktur BCA, Santoso, menyatakan BCA meluncurkan layanan paylater sebagai upaya melengkapi fitur dalam aplikasi mobile banking-nya, myBCA. “Produk baru ini tentunya bukan produk utama. Butuh proses untuk menjadi nature. Ini supplement product untuk melengkapi kebutuhan. Sehingga kita tidak memasang target tertentu,” kata Santoso ketika dihubungi Fortune Indonesia (15/5).

Cara pengajuannya, calon nasabah cukup memasukan foto KTP dan tanda tangan, tanpa perlu menginput data pekerjaan. Setelah proses persetujuan yang biasanya memakan waktu maksimal 24 jam, nasabah dapat menggunakan paylater BCA untuk transaksi offline melalui QRIS, termasuk di luar negeri sesuai dengan kerja sama antar negara oleh Bank Indonesia (BI).

Hingga September 2024, paylater BCA telah menggaet 150.000 nasabah. “Adapun secara outstanding telah mencapai  Rp308 miliar per September 2024, tumbuh 169 persen,” ujarnya.

Dengan pertumbuhan sepesat itu, Santoso terus memonitor rasio kredit macet agar tidak membengkak. Salah satu upaya menjaga NPL ialah memberlakukan denda keterlambatan sebesar 3 persen dari total pinjaman nasabah. Ditambah proses approval yang pruden, non-performing loan produk paylater BCA masih terjaga di angka 0,47 persen pada Maret 2024 lalu. 

Berselang dua bulan dari peluncuran paylater BCA, Bank Mandiri meluncurkan produk serupa melalui aplikasi Livin’ by Mandiri. Bedanya, bank plat merah ini mewajibkan calon pengguna untuk memasukkan data pekerjaan, penghasilan, hingga kontak keluarga serumah. Syarat ini nampaknya hampir menyerupai produk kartu kredit dan kredit tanpa agunan (KTA) yang telah dimiliki oleh bank konvensional lainya, namun dibuat lebih ringkas dan dapat diinput secara digital.

“Meskipun memiliki layanan yang serupa dengan kartu kredit, kami menilai Livin’ paylater memiliki potensi untuk menjadi alternatif bagi nasabah, khususnya generasi muda yang membutuhkan solusi pembayaran yang lebih fleksibel dan mudah diakses,” kata Direktur Jaringan dan Retail Banking Bank Mandiri, Aquarius Rudianto kepada Fortune Indonesia (16/5).

Respons masyarakat terhadap produk ini juga terbilang positif dengan peningkatan transaksi hingga 100 persen dalam beberapa bulan. Fee based income atau keuntungan dalam transaksi perbankan turut terdongkrak hingga mencapai Rp6,68 triliun atau tumbuh 90,9 persen (YoY) pada kuartal pertama 2024.

Meski tak menggambarkan secara rinci, nilai booking kredit digital melalui Livin’ bahkan mencapai Rp6,68 triliun pada kuartal satu 2024 yang terdiri dari transaksi paylater, digital payroll hingga kartu kredit digital.

Pemain lama paylater masih mendominasi?

paylater adalah alat pembayaran digital
ilustrasi berbelanja menggunakan paylater (pexels.com/Nataliya Vaitkevich)

Di kalangan perbankan, salah satu pemain yang lebih dulu mencicipi manis ‘kue’ bisnis paylater adalah bank digital milik CT Group, Allo Bank. Hadir sejak Mei 2022, Allo Bank meluncurkan layanan paylater pada Mei 2023. Dalam satu tahun, Allo Bank mampu menggaet 9 juta nasabah. 

Direktur Utama Allo Bank, Indra Utoyo, menyatakan sebelum peluncuran produk paylater, timnya telah melakukan riset pasar yang mendalam untuk mengidentifikasi kebutuhan dan preferensi konsumen di Indonesia. Hasilnya, “Kami melihat bahwa ada permintaan yang meningkat untuk opsi pembayaran yang lebih fleksibel dan mudah diakses,” katanya kepada Fortune Indonesia (21/5).

Kondisi itu dibarengi dengan kualitas kredit yang tercermin dari rasio NPL yang mencapai 0,4 persen gross dan 0,2 persen nett pada akhir kuartal I-2024. “Paylater memiliki potensi untuk menjadi alternatif pembayaran yang signifikan bagi kartu kredit, tetapi tidak sepenuhnya menggantikannya. Ada tren yang jelas terlihat di mana sebagian konsumen lebih memilih menggunakan paylater daripada kartu kredit,” kata Mantan Direktur Digital Teknologi Informasi BRI ini.

Bertahan di tengah serbuan para pendatang baru, salah satu pemain lama yang tetap eksis di bisnis paylater ialah Kredivo. Hadir sejak 2016 di Indonesia, Kredivo menjelma sebagai salah satu raksasa. Hingga akhir 2023 saja, pengguna dari platform ini hampir menyentuh angka 10 juta.

SVP Marketing & Communications Kredivo, Indina Andamari, menyebut jumlah ini meningkat hingga 20 kali lipat dalam lima tahun terakhir. “Selain itu, tingkat pertumbuhan tahunan majemuk (CAGR) untuk volume dan nilai transaksi Kredivo masing-masing hingga 58,59 persen dan 78,42 persen dalam kurun waktu lima tahun terakhir,” kata Indiana.

Dalam mengarungi bisnis, termasuk saat diterpa badai pandemi, Kredivo melakukan mitigasi risiko untuk menekan pinjaman macet dengan bantuan kecerdasan buatan dalam menganalisa berbagai matriks secara real time. Teknologi itu mampu menganalisis skor kredit, melakukan verifikasi data, hingga memperhitungkan potensi gagal bayar calon pengguna.

Selain itu, Kredivo juga mengimplementasikan prinsip responsible lending, yaitu selektif dalam menyalurkan kredit kepada pengguna serta memberikan limit kredit secara proporsional sesuai dengan kemampuan membayar pengguna. Mirip dengan skema kartu kredit. “Konsistensi dalam menerapkan dua hal tersebut telah membantu Kredivo dalam mempertahankan rata-rata tingkat non-performing financing (NPF) di bawah 5 persen,” kata Indiana.

Bagaimanapun, jika sampai terjadi keterlambatan pembayaran, Kredivo mengenakan biaya keterlambatan antara 4-6 persen dari total pinjaman. Indiana mengaku tak khawatir seiring munculnya pemain baru, termasuk perbankan besar di segmen BNPL. Selain basis pengguna yang cukup besar, limit kredit yang dihadirkan Kredivo masih terbilang lebih tinggi dari pemain lain, yakni mencapai Rp50 juta. Ditambah, Kredivo telah mengakuisisi Bank Bisnis Internasional pada 2021 silam yang akan melengkapi ekosistemnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Pingit Aria
Tubagus Imam Satrio
Pingit Aria
EditorPingit Aria
Follow Us