Pecah Rekor, Utang Global Melonjak Hingga US$304,9 Triliun

Jakarta, FORTUNE - Institute of International Finance, kelompok jasa keuangan, merilis laporan pemantauan utang secara global. Dalam laporan berjudul, 'Global Debt Monitor: Cracks in the Foundation' terungkap utang global meningkat pesat melampaui periode sebelum pandemi.
Dalam laporan tersebut dijelaskan, utang global naik menjadi US$304,9 triliun dalam tiga bulan pertama 2023. Jumlah tersebut bahkan lebih tinggi US$8,3 triliun dibandingkan posisi per akhir 2022, sekaligus pencapaian tertinggi yang pernah ada.
"Utang global sekarang US$45 triliun lebih tinggi dari tingkat sebelum pandemi dan diperkirakan akan terus meningkat dengan cepat," kata IIF dalam laporannya yang dikutip Reuters, Jumat (19/5).
Peningkatan utang negara berkembang
Laporan IIF secara spesifik menyebutkan peningkatan utang terjadi di negara-negara berkembang tercatat telah melampaui US$100 triliun.
Capaian ini pertama terjadi sepanjang sejarah pemantauan IIF di pasar negara berkembang. Tak hanya itu, 75 persen pasar negara berkembang mencatatkan kenaikan utang secara signifikan. Kenaikan terbesar disumbang oleh Cina, Meksiko, Brasil, India, dan Turki.
Meski begitu, beberapa negara tersebut, menurut IIF, diuntungkan oleh pelemahan dolar selama beberapa waktu terakhir, sehingga menarik investor memberikan pinjaman dalam mata uang lokal. Namun, masih ada sejumlah rintangan untuk masuk ke pasar-pasar negara tersebut lantaran suku bunga yang kurang kompetitif, biaya pinjaman yang meningkat, hingga pengetatan pasar.
Menurut IIF, dengan berkurangnya perbedaan suku bunga di pasar negara berkembang dengan negara-negara maju, utang dalam mata uang lokal menjadi kurang menarik bagi investor asing.
Cina pemegang utang AS terbesar
Dalam laporan tersebut, IFF menyoroti pengaruh sistem keuangan, biaya pembayaran utang akibat kenaikan suku bunga, dan masalah likuiditas akibat pengetatan moneter di neraca lembaga keuangan yang lebih lemah.
Bulan ini, Bank Sentral AS atau Federal Reserve (The Fed), menyetujui kenaikan suku bunga ke-10 hanya dalam kurun kurang dari setahun dan mengisyaratkan siklus pengetatan.
Sementara itu, Cina telah menegaskan kembali kekhawatiran mereka terkait arus keluar modal dari pasar negara berkembang imbas suku bunga yang tinggi dan krisis perbankan di Amerika Serikat.
Menurut data IIF, Cina juga mencatat rekor arus keluar sebesar US$80 miliar pada 2022. Cina saat ini merupakan pemegang utang pemerintah AS terbesar kedua, setelah Jepang.
Sedangkan data dari Kementerian Keuangan AS menunjukkan, Cina punya utang senilai US$869,3 miliar pada Maret, naik dari bulan sebelumnya sebesar US$848,8 miliar.