Industri Multifinance Terus Pulih dan Tumbuh Positif
Restrukturisasi perusahaan pembiayaan terus menurun.
Jakarta, FORTUNE - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kinerja perusahaan pembiayaan atau multifinance sudah mulai pulih dan tumbuh positif. Hal tersebut tercermin dari piutang pembiayaan setelah pencadangan yang mencapai Rp389 triliun pada Agustus 2022. Angka tersebut meningkat bila dibandingkan dengan posisi Desember 2021 yang hanya Rp364 triliun.
Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2B Bambang W. Budiawan saat menghadiri Journalist Class di Jakarta, (19/10). Bambang menyebut kinerja Pembiayaan mulai membaik seiring dengan pemulihan ekonomi.
“Mereka (industri perusahaan pembiayaan itu tangguh, dihajar (pandemi) kanan kiri tetap kuat. Jadi market Indonesia untuk intermediary ini kuat,” kata Bambang.
NPF multifinance terus menurun
Sementara itu, dari sisi Non Performing Finance (NPF) atau pembiayaan macet secara industri juga terus menurun. OJK mencatat, hingga Agustus 2022, NPF gross dari perusahaan multifinance capai 2,60 persen atau turun dibandingkan dengan posisi Desember 2021 di 3,53 persen. Sedangkan untuk NPF nett tercatat 0,70 persen di Agustus 2022 atau membaik dibandingkan dengan Desember 2021 pada posisi 1,16 persen.
Dari segi total aset industri multifinance juga tercatat terus tumbuh hingga mencapai Rp454,6 triliun di Agustus 2022, kondisi tersebut naik bila dibandingkan dengan posisi Desember 2021 di angka Rp433 triliun.
Restrukturisasi perusahaan pembiayaan terus menurun
Selain itu, restrukturisasi dari perusahaan Pembiayaan juga terus mengalami penurunan dan semakin melandai. Hingga Agustus 2022 tercatat restrukturisasi Pembiayaan tinggal Rp20,70 triliun atau turun dibandingkan dengan posisi Juli 2022 di Rp22,14 triliun.
Bambang bahkan menyatakan, insentif restrukturisasi dari perusahaan pembiayaan tak perlu diperpanjang, sebab industri ini sudah mulai pulih dan berjalan stabil.
“Hipotesis kami kita uji coba kita bikin kita survei ke multifinance 70 persen menilai tidak perlu diperpanjang,” kata Bambang.
Seperti diketahui, kebijakan restrukturisasi kredit nantinya akan berakhir pada Maret 2023 mendatang, oleh sebab itu seluruh industri harus mengantisipasi dan menyiapkan diri untuk menghadapi kondisi tersebut.