FINANCE

OJK Dorong Bank Digital Waspadai Risiko Serangan Siber

Phising dan ransomware jadi serangan siber paling dominan.

OJK Dorong Bank Digital Waspadai Risiko Serangan SiberKepala Eksekutif Pengawasan Perbankan OJK Dian Ediana Rae

by Suheriadi

04 August 2022

Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong perbankan untuk terus mengantisipasi  risiko serangan siber di industri keuangan. Oleh sebab itu, OJK meluncurkan Peraturan OJK (POJK) nomor 11/POJK.03/2022 tentang penyelenggaraan teknologi informasi oleh bank umum.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyatakan, perkembangan digital banking dengan seluruh infrastrukturnya telah memicu tantangan tersendiri dalam tranformasi bank digital. Salah satu yang perlu diwaspadai adalah potensi serangan siber.

“Sangat disadari bahwa penggunaan teknologi informasi secara masif akan meningkatkan risiko serangan siber yang juga dapat berakibat pada kebocoran dan pencurian data nasabah. Bank juga perlu memperhatikan potensi risiko yang belum pernah terjadi sebelumnya antara lain security and system failure risk, digital black-out, maupun potensi sistemik akibat digital bank-run,” kata Dian melalui keterangan resmi di Jakarta, Kamis (4/8).

Phising dan ransomware jadi serangan siber paling dominan di bank

Hacker.Hacker. (ShutterStock/Ozrimoz)

Terkait dengan risiko serangan siber, lanjut Dian, data dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menunjukkan bahwa sektor keuangan khususnya perbankan merupakan sektor yang berisiko tinggi menjadi target serangan siber.

Dirinya menyebut, kasus serangan yang dominan antara lain ialah serangan ransomware dan phising. Oleh karena itu untuk meningkatkan resiliensi bank atas berbagai pola baru serangan siber, bank perlu melakukan berbagai upaya untuk menjaga ketahanan dan keamanan siber secara berkelanjutan.

“Beberapa hal yang dapat dilakukan bank antara lain dengan melakukan pengujian keamanan siber, penilaian sendiri atas tingkat maturitas keamanan siber serta pelaporan insiden siber,” kata Dian.

Tak hanya itu, Dian juga menjelaskan, penggunaan teknologi yang masif juga berimbas pada semakin besarnya penggunaan pihak ketiga (outsourcing) yang berpotensi menimbulkan risiko lain pada aktivitas bank seperti risiko operasional.

“Kecanggihan teknologi perlu diimbangi oleh kesiapan organisasi antara lain digital leader dan digital talent yang memadai, baik dari sisi kualitas maupun kuantitasnya, budaya organisasi yang berorientasi digital dan desain organisasi yang mendukung transformasi digital,” pungkas Dian.

Sepanjang 2021, terdapat 1,6 miliar kasus serangan siber

Ilustrasi pertahanan siber militer.Ilustrasi pertahanan siber militer. (ShutterStock/Gorodenkof)