Gebrakan Baru Louis Vuitton, Makeup Mewah La Beauté Diluncurkan

Jakarta, FORTUNE - Merek milik LVMH, Louis Vuitton, masuk industri kecantikan dengan meluncurkan koleksi makeup perdananya yang menggabungkan desain, emosi, dan eksklusivitas—La Beauté Louis Vuitton. Namun, tantangan utama yang dihadapi adalah mengubah rasa ingin memiliki menjadi loyalitas konsumen dalam pasar yang semakin kompetitif.
Koleksi terbaru rumah mode mewah ini mencakup 55 lipstik matte dan satin, 10 lip balm, delapan palet eyeshadow, blotting paper, satu set kuas travel, serta vanity case kulit kecil edisi terbatas dalam dua warna spesial (‘Rouge Louis’ merah dan ‘Tender Bliss’ pink) selain cokelat monogram klasik. Koleksi ini juga dilengkapi dengan sebuah kotak lipstik mini. Seluruh rangkaian dijual eksklusif di 92 butik Louis Vuitton di seluruh dunia, melalui retailer Inggris Harrods, serta dua pop-up store di New York dan Dosan Park (Seoul).
“Saya ingin meluncurkan dengan produk bibir dan mata sekaligus, karena keduanya memungkinkan untuk menciptakan karakter penuh,” ujar Dame Pat McGrath, makeup artist ternama yang ditunjuk Louis Vuitton sebagai Direktur Kreatif La Beauté awal tahun ini, dalam keterangan resmi.
Koleksi ini memang dirancang untuk memberi kebebasan bereksperimen. McGrath menekankan, konsumen kini kerap mengaburkan kategori produk—lipstik bisa dipakai sebagai blush, atau pigmen matte dipakai sebagai stain lembut. “Mata bold dipadu warna bibir lembut, atau sebaliknya — intinya adalah kekuatan bermain.”
McGrath menyebut pengembangan produk ini berfokus pada tekstur, kenyamanan, dan hasil akhir. Pendekatan sensorial ini sejalan dengan rekomendasi McKinsey dalam laporan State of Fashion Beauty 2025, yang menekankan pentingnya resonansi emosional untuk diferensiasi brand mewah menghadapi pasar kosmetik massal.
Selain formula, Louis Vuitton juga menonjolkan eksekusi desain. Ada detail yang menegaskan keahlian brand, melindungi dari duplikasi, sekaligus mendukung fokus LV pada refill dan repeat purchase. Di butik, LV menawarkan personalisasi: lipstik dan balm bisa di-monogram dengan inisial, palet eyeshadow diukir di bagian bawah, serta vanity case mini yang bisa dikaitkan ke tas atau ikat pinggang, menciptakan produk koleksi yang ikonik. Strategi ini memperdalam engagement offline sekaligus menjadikan kecantikan sebagai ritual brand-building baik online maupun di toko.
Berdiri di tengah pasar
Melansir Vogue Business, peluncuran ini hadir di momen penuh tantangan, baik bagi brand maupun industri kecantikan. LVMH melaporkan penurunan 9 persen di divisi fashion dan leather goods pada kuartal II 2025, tempat Louis Vuitton berada. Meski demikian, analis menilai LV tetap penyumbang laba terbesar grup. HSBC memprediksi kontribusi EBIT LV bisa naik hingga 55 persen, meningkatkan tekanan pada performanya.
Dalam laporan kinerja terakhir, CFO LVMH Cécile Cabanis menyatakan grup akan fokus pada kategori yang lebih terjangkau, termasuk parfum, small leather goods, dan kini makeup. Segmen ini memberi nilai merek tinggi tanpa mengandalkan harga ultra-premium, sehingga mampu menjangkau konsumen muda.
Namun, harga La Beauté jauh lebih tinggi dibanding kompetitor. Tas kecil lipstik dijual £350, kotak lipstik £2.130, lipstik £120, palet eyeshadow £190, isi ulang lipstik £52, dan set kuas £860. Sebagai perbandingan, Hermès, Dior, dan Chanel membanderol produk mata dan bibir £40–£150. Artinya, Louis Vuitton tidak membidik mass market, tapi menjaga struktur harga eksklusif sambil menawarkan titik masuk awal bagi penggemar merek mewah ini.
Meski begitu, harga bukan satu-satunya penentu dalam strategi Louis Vuitton. Koleksi La Beauté diklam punya modal kuat: bahasa desain klasik Louis Vuitton, arahan kreatif Pat McGrath, serta daya tarik emosional dari kemewahan. Ini menjadi keunggulan di tengah melambatnya pasar kosmetik warna global. Sebagai gambaran, tiga raksasa industri—Coty, L’Oréal, dan Estée Lauder—baru-baru ini melaporkan pelemahan penjualan makeup akibat budaya dupe dan sikap konsumen yang lebih berhati-hati dalam belanja. Sebaliknya, Puig mencatat pertumbuhan 10,5 persen, didorong merek Charlotte Tilbury.
Tantangan terbesar datang dari tren dupe. Laporan McKinsey menyebut 53 persen konsumen global terbuka membeli produk tiruan, yang melemahkan daya tawar harga dan loyalitas pada merek asli. Dalam konteks ini, Louis Vuitton perlu menawarkan diferensiasi lebih dari sekadar posisi premium.