Leonard Lauder, Tokoh Legendaris Estée Lauder Wafat di Usia 92 Tahun

Jakarta, FORTUNE - Dunia kecantikan dan seni kehilangan salah satu sosok paling berpengaruhnya. Leonard A. Lauder, pewaris sekaligus arsitek utama di balik transformasi Estée Lauder Companies menjadi raksasa kosmetik global, wafat pada Minggu (15/6) di usia 92 tahun.
Leonard, putra dari pendiri Estée dan Joseph Lauder, mengabdikan lebih dari enam dekade hidupnya untuk membesarkan perusahaan yang kini menjadi pemain utama dalam industri kecantikan mewah. Ia dikenal tak hanya sebagai pebisnis visioner, tapi juga sebagai dermawan yang gigih membela akses publik terhadap pendidikan dan budaya.
"Sepanjang hidupnya, ayah saya bekerja tanpa lelah membangun dan mentransformasi industri kecantikan, merintis banyak inovasi, tren, dan praktik terbaik yang kini menjadi fondasi industri," ujar putranya, William P. Lauder, yang kini menjabat sebagai executive chairman The Estée Lauder Companies, melansir New York Post.
Dengan semangat dan keteguhan, Leonard memperluas Estée Lauder dari satu merek lokal menjadi portofolio global yang mencakup merek-merek ternama seperti Clinique, Lab Series, dan Aramis. Ia menjadi kekuatan pendorong di balik filosofi bahwa merek adalah "makhluk hidup" yang membutuhkan inovasi, penghormatan terhadap distribusi, dan hubungan emosional dengan konsumen
Pada 1995, ia membawa Estée Lauder melantai di bursa, seraya menyatakan ambisinya untuk menjadikannya "pemasok kosmetik mewah terkemuka di dunia". Namun, meskipun menikmati keberhasilan finansial luar biasa, Leonard selalu menegaskan bahwa uang bukanlah motivasi utamanya. "Uang bukan yang mendorong saya. Yang memotivasi saya adalah memastikan perusahaan hebat ini terus melangkah maju menjadi perusahaan terbaik di dunia. Bukan yang terbesar, tapi yang terbaik," katanya dalam sebuah wawancara.
Melansir Women’s Wear Daily, di usia senjanya, Leonard menyebut perannya sebagai "CTO — chief teaching officer" sebagai sumber energi dan kepuasan terbesar. Ia rutin mengajar eksekutif muda tentang pentingnya nilai merek dan membentuk kepemimpinan masa depan. “Hal yang paling memberi saya kepuasan dan energi ulang adalah mengajar,” ungkapnya.
Tak hanya berjasa dalam dunia bisnis, Leonard juga dikenal sebagai donatur seni terkemuka. Pada 2013, ia menyumbangkan koleksi seni Kubisme kelas dunia miliknya ke Museum Seni Metropolitan (The Met), yang mencakup 81 karya Pablo Picasso, Georges Braque, Juan Gris, dan Fernand Léger. Ia juga mendirikan Leonard A. Lauder Research Center of Modern Art sebagai bentuk kecintaannya pada seni dan New York. “Saya ingin mentransformasi Met. Saya ingin memberikan hadiah untuk New York,” ujarnya.
Leonard juga menjadi tokoh penting di Whitney Museum of American Art, tempat ia menjabat sebagai presiden dan ketua dewan, serta menyumbangkan dana endowment sebesar US$131 juta — yang terbesar dalam sejarah museum tersebut.
Ralph Lauren, perancang mode ternama, mengenang Leonard sebagai sosok mentor yang berintegritas dan penuh kasih. “Ia selalu ada untuk saya. Ia pria yang terhormat, penuh energi dan semangat — dan yang paling saya kagumi adalah cinta serta dukungannya pada keluarga,” kata Lauren.
Leonard menikah dengan Evelyn Lauder hingga wafatnya Evelyn pada 2011, lalu menikahi fotografer Judy Glickman pada 2015. Ia meninggalkan istri keduanya serta dua putra, William dan Gary Lauder, yang kini menjabat sebagai direktur pelaksana Lauder Partners LLC.
“Dampaknya sangat luar biasa,” ujar William. “Ia percaya bahwa karyawan adalah jiwa dan jantung perusahaan. Kepribadiannya yang hangat dan penuh perhatian meninggalkan jejak pada perusahaan, industri, dan tentu saja keluarga kami. "Bersama keluarga saya, The Estée Lauder Companies, dan begitu banyak orang yang telah ia sentuh, kami merayakan kehidupannya yang luar biasa," katanya.