Danantara Indonesia Soal Alokasi Investasi ke Pasar Saham: Secepatnya

Jakarta, FORTUNE - Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara (Danantara Indonesia) menyatakan akan secepatnya menyalurkan investasi ke pasar saham Indonesia di sisa waktu 2025.
Menurut Chief Investment Officer (CIO) Danantara Indonesia, Pandu Sjahrir, mengatakan, Danantara berencana mengalokasikan 80 persen dana yang mereka miliki saat ini ke instrumen investasi domestik.
"Mau secepatnya lah, kan bisa mulai mendaftar," kata Pandu selepas mengisi acara Opening Ceremony dan Seminar Utama Capital Market Summit & Expo (CMSE) 2025 di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jumat (17/10).
Sebelum ini, Danantara memproyeksikan total dana investasi sekitar US$10 miliar (Rp166 triliun). Sekitar 5 sampai 10 persen di antaranya (Rp8,3 triliun hingga Rp16,6 triliun) akan diinvestasikan langsung ke pasar modal.
Opsi instrumen investasinya bervariasi, tak hanya saham BUMN, tapi juga emiten dengan fundamental kuat serta peluang pertumbuhan signifikan. Sejauh ini, Danantara Indoensia telah berinvestasi ke pasar obligasi, terutama Surat Berharga Negara (SBN), mengingat 2025 hanya tersisa satu kuartal.
"Tahun ini, walaupun sisa 10 minggu, tapi kami mau mulai beraktivitas," ujar Pandu.
Selain instrumen investasi dalam negeri, Danantara Indonesia pun akan berinvestasi di instrumen luar negeri. Dalam jangka panjang, portofolio Danantara Indonesia akan mencakup instrumen dari pasar saham dan pasar obligasi.
"Fokusnya adalah instrumen yang likuid dan berdampak positif pada ekonomi nasional," katanya.
Selaras dengan tujuan jangka panjang itu, Pandu pun menyoroti tantangan di pasar modal Indonesia saat ini, yakni kedalaman pasar dan partisipasi investor publik yang dinilai masih kurang. Untuk itu, dibutuhkan sejumlah langkah seperti memperkuat infrastruktur pasar, peningkatan jumlah emiten, dan edukasi investor.
Dari segi kedalaman pasar, pasar saham disebut perlu menambah rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) dari sekitar US$1 miliar per hari saat ini, menjadi sekitar US$5 miliar sampai dengan US$8 miliar per hari.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Inarno Djajadi, menyebut, nilai kapitalisasi pasar saham per Kamis (16/10) sudah mencapai Rp15.23 kuadriliun atau 66,78 persen dari PDB (produk domestik bruto) nasional.
"Angka tersebut tentunya telah mendekati target roadmap kami, bisa kita lihat, target kami itu adalah 70 persen pada 2023-2027," kata Inarno.
Lebih lanjut, Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik, mengatakan, guna meningkatkan RNTH di pasar saham, bursa akan memperdalam pasar, baik dari segi penawaran maupun permintaan. Partisipasi publik pun krusial. Untuk itu, para SRO pun menggelar Capital Market Summit & Expo (CMSE) 2025 di gedung BEI pada 17-18 Oktober 2025 dengan tema Pasar Modal untuk Rakyat: Satu Pasar berjuta Peluang".
Pada acara CMSE 2025, OJK mengungkapkan ada sekitar 12.000 investor yang mendaftar. "Acara hari ini bisa dilihat bagaimana antusiasnya masyarakat untuk mau tahu, kenal dengan pasar modal. Itu yang akan terus kami lakukan, menyampaikan literasi tentang pasar modal kepada publik seluas-luasnya agar ke depannya yang kami lakukan tadi itu mengembangkan pasar modal," jelas Jeffrey.












