Danantara Kaji Skema Pelunasan Utang Kereta Cepat, Target Akhir Tahun

- Danantara menyiapkan skema penyelesaian utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang melibatkan kementerian terkait.
- Komunikasi intens dengan pemerintah Cina, khususnya National Development and Reform Commission (NDRC), dilakukan untuk menyelesaikan masalah finansial.
- Proses penyelesaian kajian ditargetkan rampung sebelum akhir tahun ini.
Jakarta, FORTUNE — Badan Pengelola Investasi Danantara tengah menyiapkan berbagai skema penyelesaian terkait utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh) yang dioperasikan oleh PT KCIC.
CEO Danantara, Rosan P. Roeslani, menyatakan kajian ini mencakup beragam opsi yang sedang dievaluasi secara mendalam sebelum dipresentasikan kepada kementerian terkait.
“Kami sedang melakukan pengkajian terhadap berbagai opsi penyelesaian KCIC. Setelah kajian selesai, hasilnya akan kami paparkan kepada seluruh kementerian terkait,” kata Rosan saat ditemui di kantor Kementerian Investasi dan Hilirisasi, Jakarta, Jumat (17/10).
Ia menjelaskan, proses tersebut melibatkan sejumlah instansi penting, termasuk Kementerian Perhubungan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, serta Dewan Energi Nasional (DEN) yang diketuai oleh Luhut Binsar Pandjaitan.
Menurut Rosan, penyelesaian utang proyek kereta cepat tidak bisa dilakukan secara parsial, melainkan harus komprehensif agar tidak menimbulkan potensi masalah baru di masa mendatang.
“Kami tidak ingin penyelesaiannya bersifat sementara. Harus komprehensif. Bukan hanya soal keuangan, tapi juga bagaimana kelanjutan operasional dan dampaknya terhadap ekosistem perkeretaapian nasional,” ujarnya.
Komunikasi intens dengan pemerintah Cina
Rosan menambahkan, Danantara juga menjalin komunikasi intens dengan pihak pemerintah Cina, khususnya National Development and Reform Commission (NDRC), mengingat proyek KCJB merupakan bagian dari inisiatif besar Belt and Road Initiative (BRI) yang menjadi program unggulan Presiden Xi Jinping.
“Kami juga berkoordinasi dengan pemerintah CIna karena proyek ini penting bagi kedua negara. Jadi, tolong bersabar, karena kajian ini harus benar-benar matang,” ujarnya.
Selain mempertimbangkan aspek keuangan, Rosan menekankan skema pelunasan utang ini juga dirancang agar tidak berdampak negatif terhadap PT Kereta Api Indonesia (KAI) selaku pemegang saham utama di konsorsium KCIC.
“Kita ingin hasilnya tidak hanya menyelesaikan masalah finansial, tapi juga memastikan dampaknya ke KAI dan layanan kereta api lainnya tetap positif,” ujarnya.
Meski belum menyebutkan secara spesifik waktu penyelesaian kajian, Rosan menyatakan prosesnya ditargetkan dapat rampung sebelum akhir tahun ini. Setelah itu, hasilnya akan disampaikan kepada para pemangku kebijakan untuk diambil keputusan bersama.
Struktur pembiayaan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung sejak awal dirancang berbasis utang dari China Development Bank (CDB). Total nilainya mencapai US$7,2 miliar atau setara Rp116,5 triliun.
Dari jumlah total investasi, sekitar 75 persen atau US$5,4 miliar (Rp81,3 triliun) merupakan utang pokok yang berasal dari pinjaman luar negeri. Sisanya, US$1,8 miliar (Rp27,9 triliun), berasal dari setoran modal pemegang saham gabungan, yakni konsorsium Indonesia PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) sebesar 60 persen dan Beijing Yawan HSR Co Ltd sebesar 40 persen.