- Berapa utang Kereta Cepat Whoosh?
Total utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh) mencapai sekitar Rp116 triliun atau USD 7,3 miliar. - Dari mana sumber utang Whoosh?
Sebagian besar berasal dari pinjaman China Development Bank (CDB) dan sisanya dari kontribusi modal pemegang saham konsorsium PT KCIC. - Apakah Whoosh menghasilkan uang?
Ya. Sejak beroperasi, Whoosh telah menghasilkan pendapatan dari tiket dan kerja sama bisnis, meski masih memerlukan waktu untuk mencapai titik impas. - Siapa yang mengelola Kereta Cepat Whoosh?
Proyek ini dikelola oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), konsorsium antara PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan China Railway International Co. Ltd., di bawah koordinasi BPI Danantara Indonesia.
Berapa Utang Kereta Cepat Whoosh? Ini Sumber Utangnya

- Utang proyek Kereta Cepat Whoosh mencapai 7,3 miliar dolar AS atau setara Rp116 triliun.
- Sumber utang sebagian besar berasal dari pinjaman luar negeri, terutama dari China Development Bank (CDB).
- Pemerintah menolak utang ditanggung APBN dan sedang mencari skema pembiayaan alternatif agar proyek beroperasi secara berkelanjutan.
Jakarta, FORTUNE - Proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh kembali menjadi sorotan publik. Bukan soal kecepatannya, melainkan besarnya nilai utang yang kini menjadi tanggungan pengelola proyek.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menolak penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk menutup utang proyek yang dikelola PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Ia menegaskan, tanggung jawab pembiayaan sepenuhnya berada di bawah Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara Indonesia, lembaga yang menaungi sejumlah proyek strategis nasional, termasuk Whoosh.
Lantas, berapa sebenarnya utang Kereta Cepat Whoosh? Simak selengkapnya berikut ini.
Berapa utang kereta cepat Whoosh?
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, total utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh) mencapai 7,3 miliar dolar AS atau setara Rp116 triliun. Nilai tersebut merupakan gabungan antara modal ekuitas dan pinjaman komersial yang digunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur, pengadaan rangkaian kereta, sistem sinyal, serta fasilitas pendukung di sepanjang jalur Jakarta–Bandung.
Adapun sumber utang sebagian besar berasal dari pinjaman luar negeri, terutama dari China Development Bank (CDB), yang menjadi salah satu pemberi pinjaman utama dalam proyek ini. Sisanya berasal dari kontribusi modal pemegang saham konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), yang terdiri dari PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan China Railway International Co. Ltd.
Dana digunakan untuk membangun jalur kereta sepanjang 142,3 kilometer, empat stasiun utama (Halim, Karawang, Padalarang, dan Tegalluar), serta sistem operasional berkecepatan tinggi dengan kecepatan maksimal hingga 350 km/jam.
Pemerintah tolak utang ditanggung APBN
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan, pemerintah tidak akan menanggung utang proyek Whoosh menggunakan dana APBN. Menurutnya, pengelolaan utang kini berada di bawah kendali Danantara, lembaga investasi yang juga menaungi sejumlah BUMN besar seperti PT KAI (Persero).
“KCIC di bawah Danantara sudah punya manajemen sendiri dan dividen rata-rata setahun bisa Rp80 triliun atau lebih. Harusnya mereka mengelola dari situ, jangan ke kita lagi,” ujar Purbaya.
Selain itu, Purbaya menambahkan, pemerintah ingin menjaga agar beban fiskal negara tetap terkendali. Karena itu, tidak ada rencana untuk menalangi utang proyek strategis nasional dengan dana APBN.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Suminto, menegaskan bahwa seluruh pembiayaan proyek Whoosh merupakan tanggung jawab badan usaha.
“Itu keseluruhan adalah equity dan pinjaman badan usaha, jadi Kereta Cepat Jakarta–Bandung tidak memiliki utang pemerintah,” ujarnya.
Pertimbangkan skema pembayaran alternatif
Meski menolak penggunaan APBN, pemerintah tetap mencari solusi agar pembayaran utang proyek Whoosh berjalan lancar tanpa membebani keuangan negara. Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengungkapkan bahwa pemerintah saat ini tengah mendiskusikan berbagai skema pembiayaan alternatif agar utang proyek Whoosh dapat dikelola tanpa menimbulkan beban keuangan negara.
“Beberapa waktu yang lalu juga sudah dibicarakan untuk mencari skema, supaya beban keuangan itu bisa dicarikan jalan keluar,” kata Prasetyo di Jakarta, Minggu (12/10) malam.
Salah satu opsi yang dikaji adalah restrukturisasi utang dan optimalisasi pendapatan KCIC, termasuk peningkatan penjualan tiket, kerja sama bisnis di sekitar stasiun, serta pengembangan kawasan transit-oriented development (TOD). Pemerintah juga membuka peluang bagi investasi swasta tambahan untuk memperkuat modal konsorsium.
Meski belum ada keputusan final, langkah-langkah tersebut diharapkan dapat menjaga stabilitas keuangan proyek sambil memastikan operasional Whoosh berjalan lancar.
Rencana pengembangan Whoosh ke Surabaya
Selain soal pembiayaan, pemerintah juga tengah menyiapkan rencana perluasan rute Whoosh hingga Surabaya. Langkah ini menjadi bagian dari strategi memperkuat konektivitas antarwilayah serta mendukung integrasi transportasi di Pulau Jawa.
“Whoosh kini menjadi salah satu moda transportasi yang sangat membantu aktivitas masyarakat. Kami ingin proyek ini berkembang, tidak hanya Jakarta–Bandung, tapi juga ke Surabaya,” ujar Prasetyo.
Perluasan rute ini diharapkan mampu menciptakan kawasan ekonomi baru di sepanjang lintasan, meningkatkan pariwisata, dan mempercepat mobilitas logistik nasional. Pemerintah menargetkan kajian teknis tahap lanjutan rampung sebelum akhir 2026.
Dengan total utang mencapai Rp116 triliun, proyek Kereta Cepat Whoosh tetap menjadi simbol modernisasi transportasi Indonesia. Pemerintah menegaskan utang tersebut tidak akan membebani APBN dan tengah menyiapkan skema terbaik agar proyek ini beroperasi secara berkelanjutan sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.