Berapa utang negara Indonesia dalam rupiah?
Hingga Juni 2025, total utang pemerintah pusat mencapai Rp9.138,05 triliun, atau setara 39,86 persen dari PDB nasional.Berapa utang Indonesia ke Bank Dunia?
Berdasarkan data Kemenkeu, sebagian dari pinjaman luar negeri berasal dari lembaga multilateral seperti Bank Dunia dan Asian Development Bank (ADB). Nilainya bervariasi setiap tahun, namun per Juni 2025 diperkirakan sekitar 15–20 persen dari total pinjaman luar negeri, atau setara sekitar Rp160–220 triliun.Utang Indonesia terbesar ke siapa?
Mayoritas utang pemerintah berasal dari penerbitan SBN domestik, bukan dari negara tertentu. Jika dilihat dari pinjaman luar negeri, Jepang dan Bank Dunia masih menjadi kreditur terbesar bagi Indonesia.Negara ASEAN mana yang memiliki utang paling banyak?
Di kawasan ASEAN, Singapura dan Malaysia memiliki rasio utang terhadap PDB lebih tinggi dari Indonesia, masing-masing mencapai sekitar 160 persen dan 60 persen pada 2025.Negara manakah yang tidak punya utang?
Hampir tidak ada negara yang benar-benar bebas utang. Namun, beberapa negara seperti Makau, Brunei Darussalam, dan Liechtenstein memiliki rasio utang terhadap PDB yang sangat kecil, di bawah 5 persen.
Utang Indonesia Capai Rp9.138 Triliun per Juni 2025, Masih Aman?

- Total utang terbaru Indonesia hingga akhir Juni 2025 mencapai Rp9.138,05 triliun, setara dengan 39,86 persen terhadap PDB.
- Rasio utang terhadap PDB masih jauh di bawah ambang batas 60 persen PDB, menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
- Komposisi utang pemerintah didominasi oleh Surat Berharga Negara (SBN) dengan nilai Rp7.980,87 triliun, sementara pinjaman mencapai Rp1.157,18 triliun.
Jakarta, FORTUNE - Pemerintah terus memantau kondisi pembiayaan negara di tengah dinamika ekonomi global. Berdasarkan laporan terbaru Kementerian Keuangan (Kemenkeu), total utang terbaru Indonesia hingga akhir Juni 2025 mencapai Rp9.138,05 triliun, setara dengan 39,86 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
“Jadi per akhir Juni 2025 sebesar 39,86 persen debt to GDP ratio-nya, satu level yang cukup rendah, cukup moderate dibanding banyak negara,” kata Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu, Suminto, Jumat (10/10).
Lantas, bagaimana kondisi utang terbaru Indonesia secara keseluruhan?
Rasio utang masih batas wajar
Meski jumlahnya meningkat dibanding akhir 2024, pemerintah menegaskan posisi utang saat ini masih aman dan terkendali. Suminto menjelaskan, rasio utang terhadap PDB masih jauh di bawah ambang batas 60 persen PDB, sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
“Debt to GDP ratio kita pada akhir Juni 2025 adalah 39,86 persen. Angka ini cukup rendah dan moderat dibandingkan negara lain,” ujarnya.
Pada Desember 2024 misalnya, utang pemerintah tercatat Rp8.813,16 triliun, terdiri atas pinjaman Rp1.087,17 triliun dan Surat Berharga Negara (SBN) Rp7.725,99 triliun. Artinya, hanya dalam enam bulan, total utang bertambah sekitar Rp324,89 triliun.
Menurut Suminto, rasio tersebut tetap dalam level aman karena masih di bawah batas 60 persen PDB. Ia juga menegaskan, kebijakan utang dilakukan secara hati-hati dan terukur.
“Kita betul-betul melakukan utang secara hati-hati, secara terukur, dan dalam batas kemampuan,” tegasnya.
Sebagai perbandingan, posisi utang Indonesia masih lebih rendah dibanding beberapa negara dengan ekonomi serupa, seperti Malaysia (61,9 persen), Filipina (62 persen), Thailand (62,8 persen), dan India (84,3 persen). Hal ini menunjukkan kondisi fiskal Indonesia relatif lebih terkendali dibanding negara-negara sekelasnya.
Didominasi Surat Berharga Negara
Memasuki pertengahan 2025, komposisi utang pemerintah didominasi oleh Surat Berharga Negara (SBN) dengan nilai Rp7.980,87 triliun, sementara pinjaman mencapai Rp1.157,18 triliun. Dari total pinjaman tersebut, Rp1.108,17 triliun bersumber dari pinjaman luar negeri dan Rp49,01 triliun dari pinjaman dalam negeri.
Porsi SBN berdenominasi rupiah masih menjadi yang terbesar dengan nilai Rp6.484,12 triliun, sedikit turun dari bulan sebelumnya sebesar Rp6.524,44 triliun. Sedangkan SBN berdenominasi valuta asing (valas) mencapai Rp1.496,75 triliun, turun tipis dari Rp1.505,09 triliun pada Mei 2025.
“Juni total outstanding utangnya Rp9.138 triliun, pinjamannya Rp1.157 triliun dan SBN Rp7.980 triliun,” ujar Suminto.
Jika dikonversi dengan asumsi kurs Rp16.660 per dolar AS, total utang pemerintah setara dengan sekitar 548 miliar dolar AS. Dari jumlah itu, pinjaman luar negeri sekitar 68 miliar dolar AS dan SBN berdenominasi valas mencapai 90 miliar dolar AS.
Penurunan kecil pada porsi SBN valas mencerminkan upaya pemerintah mengurangi ketergantungan pada pembiayaan luar negeri, sekaligus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Data utang bakal dirilis setiap kuartal
Dalam kesempatan yang sama, Kemenkeu juga mengumumkan kebijakan baru terkait publikasi data utang. Mulai 2025, data utang akan dirilis per triwulan (kuartal), bukan bulanan seperti sebelumnya.
Kebijakan ini diambil agar statistik utang lebih kredibel. Hal tersebut karena disesuaikan dengan rilis PDB nasional oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang juga dilakukan setiap kuartal.
“Supaya statistiknya lebih kredibel, agar rasio itu tidak berdasarkan asumsi, tapi berdasarkan realisasi. Nanti debt to GDP ratio setiap tiga bulan,” jelas Suminto.
Dengan sistem baru ini, publik dapat memperoleh gambaran yang lebih akurat tentang posisi utang nasional, serta konteks ekonomi yang lebih utuh dalam membaca rasio utang terhadap pertumbuhan ekonomi.