Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
For
You

Deloitte: IPO yang Didukung Private Equity Dorong Pemulihan IPO ASEAN

Logo Deloitte pada gedung. (Flickr/DeloitteToronto2)
Logo Deloitte pada gedung. (Flickr/DeloitteToronto2)

Jakarta, FORTUNE - IPO (Initial Public Offering) yang didukung private equity menjadi katalis pemulihan pasar IPO saham Asia Tenggara di tengah penurunan volume sepanjang 2025. Itu mengacu pada laporan terbaru Deloitte tentang IPO di Asia Tenggara.

Sejak Januari hingga pertengahan November 2025, terdapat 102 IPO di 6 bursa utama Asia Tenggara (Indonesia, Singapura, Malaysia, Vietnam, Thailand, dan Filipina). Angka itu turun 25 persen dari total volume realisasi IPO saham Asia Tenggara pada 2024, yakni 136.

Kendati demikian, total dana yang dihimpun dari IPO Asia Tenggara justru melonjak 53 persen dalam 10,5 bulan pertama 2025. "Pada semester-II 2025, total ada 49 IPO, tetapi dana penghimpunannya meningkat hingga US$4,2 juta (VS 53 IPO dengan total nilai US$1,4 juta pada semester-I 2025," kata Capital Markets Services Leader, Deloitte Southeast Asia, Tay Hwee Ling dalam konferensi pers pada Selasa (18/11) pagi.

Sejalan dengan itu, keterlibatan private equity di pasar IPO Asia Tenggara naik lebih dari 2 kali lipat pada 9 bulan pertama 2025. Alhasil, hal itu turut berkontribusi terhadap kenaikan nilai dana yang dihimpun melalui IPO Asia Tenggara.

Capital Markets Services Partner, Deloitte Vietnam, Trinh Bui, mengatakan, jumlahnya memang belum signifikan dari segi volume. "Tapi ukuran [nilai] dan kualitasnya sangat tinggi. Kualitas sangat penting untuk hal ini," katanya dalam kesempatan yang sama.

Misalnya, di Indonesia, ada IPO PT Yupi Indo Jelly Gum Tbk (YUPI). Nilai emisi IPO itu mencapai US$124 juta. YUPI terafiliasi dengan private equity Affinity Equity Partners.

"Valuasi IPO YUPI mencapai 31,49 kali [price to earning ratio]. Ini menunjukkan bahwa private equity hanya akan mendorong perusahaan melakukan IPO hanya ketika publik siap untuk membayar valuasi di level itu," ujar Bui.

Deloitte mengatakan, hal itu menunjukkan perusahaan yang didukung PE umumnya berukuran lebih besar dan betapa perusahaan lebih matang menargetkan IPO sebagai exit strategy investasi.

Tren itu menunjukkan pergeseran preferensi yang kuat ke arah kualitas, bukan sekadar kuantitas, dengan investor PE dan institusi kini memainkan peran yang makin besar dalam mendorong pertumbuhan pasar modal di Asia Tenggara.

Kenaikan ini juga mencerminkan meningkatnya kepercayaan investor serta membaiknya iklim exit bagi para investor PE di Kawasan Asia Tenggara. Aktivitas PE terlihat paling menonjol di sektor infrastruktur digital (REIT dan pusat data), kesehatan, ritel konsumer, dan teknologi, mencerminkan tren ekonomi dan investasi Asia Tenggara yang bergerak menuju pertumbuhan berbasis teknologi dan aset riil.

Penggalangan dana PE di Asia Tenggara juga tetap stabil, dengan alokasi modal yang signifikan untuk memperkuat portofolio perusahaan agar siap IPO. Hal ini mendorong terbentuknya pipeline exit yang kuat menjelang 2026.

IPO di Indonesia

Di Indonesia, terdapat 24 IPO dengan total dana yang dihimpun sebesar US$ 921 juta (Rp 15,35 triliun). Sektor energi dan sumber daya menjadi penyumbang dana terbesar, dengan aktivitas IPO mencakup perusahaan minyak dan gas, energi terbarukan, serta jasa penunjang pertambangan.

Kinerja ini terutama didorong oleh pencatatan PT Merdeka Gold Resources Tbk (EMAS) dan PT Chandra Data Investasi Tbk (CDIA), yang masing-masing menghimpun US$279 juta (Rp 4,65 triliun) dan US$144 juta (Rp 2,4 triliun).

Posisi berikutnya ditempati sektor real estat, didukung oleh pencatatan PT Bangun Kosambi Sukses Tbk (CBDK), perusahaan yang berafiliasi dengan Agung Sedayu Group, salah satu pengembang properti terintegrasi terbesar di Indonesia. Sektor konsumer berada di peringkat ketiga, dipimpin oleh pencatatan YUPI.

Capital Markets Services Leader, Deloitte Southeast Asia, Tay Hwee Ling, mengatakan, aktivitas IPO di Indonesia didorong oleh sektor industri, energi, konsumer, dan layanan kesehatan, dengan preferensi investor yang kuat terhadap perusahaan yang memiliki fundamental kuat, prospek jangka panjang, dan dukungan pemerintah.

"Sektor infrastruktur dan energi, khususnya energi terbarukan, juga mencatat peningkatan minat seiring meningkatnya pipeline proyek strategis Indonesia dan percepatan transisi menuju energi bersih," katanya.

Ke depan, ia menilai, meskipun sentimen pasar menguat setelah pemilu, investor tetap berhati-hati di tengah tekanan makroekonomi seperti penurunan harga komoditas, ketegangan perdagangan global, dan penyesuaian tenaga kerja.

"Pipeline IPO pada kuartal IV 2025 mencakup perusahaan teknologi, logistik, dan jasa keuangan, yang diperkirakan menarik minat besar apabila mereka mampu menunjukkan profitabilitas dan ketahanan yang jelas," ujar Ling.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Pingit Aria
EditorPingit Aria
Follow Us

Latest in Market

See More

Deloitte: IPO yang Didukung Private Equity Dorong Pemulihan IPO ASEAN

18 Nov 2025, 19:59 WIBMarket