Era Trump, Pemerintah AS Kuasai Aset Kripto Rp286 Triliun

Jakarta, FORTUNE - Pemerintah Amerika Serikat (AS) disebut memiliki aset kripto dengan nilai sekitar US$17,8 miliar atau kurang lebih Rp286 triliun. Angka tersebut bukan berasal dari laporan resmi lembaga pemerintah, melainkan dihimpun melalui analisis on-chain yang dilakukan para peneliti blockchain.
Sebagian besar aset digital itu berbentuk Bitcoin yang diperoleh dari proses penyitaan terkait berbagai kasus kejahatan siber selama beberapa tahun terakhir. Mengutip data coinmarketcap, analis 3.0 TV, Matthew Dixon, mengatakan, “Analisis on-chain terbaru menunjukkan pemerintah AS memegang sekitar US$17,8 miliar dalam bentuk aset kripto, menempatkannya sebagai salah satu dompet terbesar di dunia.” Temuan ini membuat pemerintah AS masuk dalam jajaran pemegang aset kripto terbesar secara internasional.
Dalam praktiknya, penanganan dan pengelolaan aset sitaan ini melibatkan sejumlah lembaga, termasuk Departemen Kehakiman AS dan US Marshals Service. Pemerintah biasanya menyita aset digital dari kasus kriminal, kemudian menyalurkannya melalui prosedur hukum dan pelelangan.
Tidak terdapat kebijakan baru yang mendorong penambahan aset digital tersebut. Nilainya murni mencerminkan akumulasi hasil penyitaan yang belum dilego atau dialihkan. Meski begitu, besarnya jumlah kripto yang tersimpan kerap memengaruhi psikologi pasar, terutama terkait persepsi stabilitas regulasi dan pengawasan pemerintah terhadap industri aset digital.
Meskipun nominalnya besar, kepemilikan aset ini tidak mencerminkan perubahan strategi pemerintah AS dalam mengelola kripto. Sampai saat ini tidak terlihat adanya pergerakan signifikan keluar atau masuk dari dompet yang dikaitkan dengan otoritas pemerintah, sehingga saldo tersebut lebih berfungsi sebagai aset pasif yang tertahan dari penindakan hukum sebelumnya.
Dampak langsung ke pasar sebagian besar bersifat sentimen. Banyak pelaku industri melihat besarnya dompet pemerintah sebagai indikator kuatnya kapasitas penegakan hukum di sektor aset digital. Namun, pengaruhnya terhadap metrik seperti Total Value Locked (TVL) atau tingkat likuiditas pasar masih minim.
Kepemilikan dalam jumlah besar ini sejalan dengan fokus Departemen Keuangan AS yang berupaya mempertahankan posisi negara sebagai pemimpin inovasi keuangan digital. Meski demikian, pendekatan utama pemerintah masih berpusat pada stabilitas sistem dan penegakan hukum, bukan strategi investasi negara.
Tidak ada kebijakan atau mekanisme pendanaan baru yang lahir akibat besarnya kepemilikan tersebut. Pengelolaannya tetap mengikuti tata kelola hukum yang sudah mapan, termasuk proses lelang yang direkomendasikan melalui Working Group on Digital Asset Markets.
Analisis blockchain juga menunjukkan bahwa jika suatu saat pemerintah melepas sebagian besar aset tersebut secara bersamaan, hal itu berpotensi mengubah likuiditas pasar. Namun untuk saat ini, saldo yang tersimpan masih dianggap sebagai aset sitaan yang menunggu proses lanjutan, bukan alat untuk memengaruhi pasar kripto.
Wacana seperti pembentukan Strategic Bitcoin Reserve atau Digital Asset Stockpile sempat muncul sebagai strategi masa depan, tetapi hingga kini seluruh aset digital pemerintah AS masih berada dalam kerangka pengelolaan tradisional, bukan investasi aktif negara.










