MARKET

Harga Batu Bara Terus Cetak Rekor, Masih Bisa Naik Lagi?

Harga diperkirakan kembali normal jika produksi bertambah.

Harga Batu Bara Terus Cetak Rekor, Masih Bisa Naik Lagi?Kapal pengangkut batu bara. (ShutterStock/ImagineStock)

by Luky Maulana Firmansyah

01 October 2021

Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Harga komoditas batu bara terus naik signifikan, bahkan hingga berhasil mencetak rekor tertingginya dalam beberapa tahun terakhir. Lantas, apakah harga komoditas emas hitam tersebut masih bisa melaju?

Data Trading Economics per Jumat (01/10) menunjukkan harga batu bara melesat ke level US$218,00 per ton. Jika dibandingkan bulan sebelumnya, peningkatannya 26,7 persen. Bahkan, secara tahunan (year-on-year/yoy), harga komoditas emas hitam itu melejit 272,0 persen dari posisi sebelumnya pada US$58,00 per ton.

Kenaikan harga batu bara ini sudah terjadi sejak akhir Mei. Saat itu, harga batu bara US$105,5 per ton. Menengoknya dalam kondisi sekarang, peningkatannya hampir 3 kali lipat.

Harga batu bara saat ini menjadi rekor tertinggi dari capaian pada tahun-tahun sebelumnya. Pada Februari 2011, misalnya, harga batu bara tertinggi US$130 per ton.

Dampak krisis energi Cina

Kenaikan harga batu bara dunia bahkan hingga menembus rekor ini disinyalir akibat Cina, negara dengan perekonomian terbesar kedua saat ini, tengah mengalami krisis listrik. Krisis itu terjadi akibat seretnya pasokan batu bara. Di saat yang sama, permintaan terhadap komoditas itu tengah meningkat terutama dari industri dan rumah tangga.

Melansir Reuters, Kamis (30/9), pemerintah Cina dikabarkan meminta perusahaan kereta api dan pemerintah daerah untuk mempercepat pengiriman pasokan batu bara. Permintaan ini demi merepons kebijakan pemadaman listrik yang telah melumpuhkan industri.

Negeri Tirai Bambu itu merupakan konsumen batu bara terbesar dunia. Cina dilaporkan telah mengimpor total 197,69 juta ton batu bara dalam delapan bulan pertama tahun ini, turun 10 persen secara tahunan. Namun, impor batu bara Agustus naik lebih dari sepertiga akibat pasokan domestik yang ketat.

Badan Energi Internasional (IEA) sebelumnya memperkirakan bahwa permintaan batu bara global akan tumbuh 4,5 persen tahun ini, melampaui 2019. Menurut IEA, permintaan komoditas ini tumbuh terutama untuk kebutuhan energi listrik.

IEA juga menaksir, musim dingin, terutama di negara-negara Asia Timur, akan menjadi penyebab kenaikan permintaan batu bara. Dari Cina, misalnya, permintaan diperkirakan bakal tumbuh lebih dari 4 persen, dan bahkan disebut sebagai tertinggi yang pernah terjadi di negara tersebut.

Permintaan tumbuh, pasokan seret

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, mengatakan permintaan terhadap kebutuhan energi primer saat ini, khususnya batu bara, memang melonjak. Ini terutama terjadi di negara-negara yang akan mengalami siklus musim dingin pada akhir tahun ini.

“Sementara produksi batu bara di beberapa wilayah juga masih shortage karena adanya lockdown. Artinya ketika sekarang tidak ada tambahan produksi, ya kemudian harga akan menjadi lebih tinggi,” kata Komaidi kepada Fortune Indonesia.

Namun, lanjut Komaidi, ketika produksi batu bara di sejumlah negara kembali normal, harga komoditas tersebut diperkirakan kembali normal. “Kalau produksi ini bisa segera ditingkatkan, saya kira harga akan bisa dikembalikan ke titik normal,” katanya.

Kalangan pengusaha batu bara dalam negeri juga mengatakan peningkatan harga saat ini disebabkan kenaikan permintaan yang tidak diimbangi pasokan. Menurut Direktur Eksekutif Asosasi Produsen Batubara Indonesia, permintaan batu bara juga memang biasanya naik terutama dari negara-negara yang mengalami musim dingin.

Terlebih, lanjut Hendra, permintaan batu bara juga terus menguat akibat krisis energi listrik di Cina. “Harga akan makin menguat apalagi menjelang musim dingin pasti permintaan biasanya lebih tinggi. Dari sisi pasokan juga enggak meningkat drastis, sedangkan permintaan meningkat,” kata Hendra.