MARKET

Harga Lesu, Apakah “Musim Dingin” Kripto Kembali Terjadi?

Aset kripto sedang beroleh banyak sentimen negatif.

Harga Lesu, Apakah “Musim Dingin” Kripto Kembali Terjadi?Shutterstock/Wit Olszewski
26 January 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Musim dingin akan datang. Kata-kata itu—yang berarti sesuatu yang buruk akan terjadi—mungkin banyak diketahui dari serial televisi HBO Game of Thrones. Namun, frasa tersebut bisa jadi menggambarkan kondisi kelesuan pasar kripto saat ini.

Mengutip Fortune.com, Rabu (26/1), pelaku pasar atau investor mengkhawatirkan kedatangan “musim dingin” kripto. Istilah tersebut merujuk pada kemerosotan tajam, diikuti oleh penurunan perdagangan, dan kelesuan pasar selama berbulan-bulan—sebuah fenomena yang menimpa pasar kripto pada 2018.

Ambil misal Bitcoin yang merupakan kripto dengan kapitalisasi pasar terbesar. Menurut data dari coinmarketcap, setelah mencapai puncak pada Desember 2017 sekitar US$19.497 atau Rp277,83 juta (asumsi kurs Rp14.250), harga Bitcoin berangsur turun. Bahkan, pada periode sama 2018, harga Bitcoin sempat menyentuh US$3.242. Setelah itu, harga Bitcoin cenderung fluktuatif dengan mencapai rekor baru pada Desember 2020 sebesar US$21.310.

Sepertinya menjadi periode yang sulit

Kenangan pada 2018 itu memicu kekhawatiran akan terulang kembali sekarang. Setelah mencapai rekor tertinggi sepanjang masa pada November mencapai hampir US$68.000 atau Rp969 juta, harga Bitcoin terkoreksi dalam. Pada perdagangan Selasa (25/1), harga Bitcoin mencapai US$36.954 atau Rp526,59 juta. Harga tersebut secara bulanan (month-to-month) juga menurun 26,7 persen dari sebelumnya US$50.429.

Sejalan dengan koreksi, kapitalisasi pasar Bitcoin juga menciut. Saat ini, kapitalisasi pasar Bitcoin sekitar US$699,90 juta. Sebagai perbandingan, pada puncak harganya, market cap kripto tersebut mencapai US$1,27 triliun.

Sementara itu, nilai pasar semesta kripto telah menyusut lebih dari US$1 triliun. Hal tersebut diyakini akibat dari sentimen bank sentral Amerika Serikat (The Fed) yang akan mulai mengembalikan kebijakan moneter akomodatif. Sentimen tersebut berpeluang memicu ledakan aset berisiko. Aksi penarikan juga telah melanda semua ekosistem kripto. Menurut UBS, perusahaan perbankan investasi dan jasa keuangan dari Swiss, sementara keruntuhan harga mulai bergerak dengan sendirinya, itu telah menimbulkan kekhawatiran bahwa periode menyakitkan akan bertahan selama berbulan-bulan.

“Analogi terdekatnya mungkin 2018, yang merupakan gagasan tentang musim dingin kripto,” kata James Malcolm, kepala penelitian valuta asing di UBS. “Sepertinya ini akan menjadi periode yang cukup sulit dan berpotensi berkepanjangan dan oleh karena itu, analogi musim dingin kripto cukup bagus.”

Penetapan harga ulang

Namun, ada pandangan juga bahwa kripto belum akan memasuki musim dinginnya. Budd White dari Tacen Inc., berpendapat bahwa momentum itu adalah tanda bahwa kripto tengah berada di tren penetapan harga ulang (repricing) ketimbang membeku.

“Saya tidak percaya kita memasuki musim dingin kripto karena masih ada peningkatan momentum di sisi build—kita hanya melihat harga yang lebih realistis dari apa yang saat ini dibangun,” kata White, chief product officer dan salah satu pendiri di perusahaan pengembangan perangkat lunak yang membangun perangkat lunak sumber terbuka berbasis blockchain.

Di sisi lain, ada ancaman yang membayangi dari tindakan regulasi yang secara intensif menambah risiko pada kripto. Bank sentral AS sedang mempertimbangkan pembentukan mata uang digitalnya sendiri. Di samping itu, penggunaan energi dari penambangan kripto juga telah menarik pengawasan dari kongres AS dan pemerintah negara-negara dunia.

“Gedung Putih akan segera mengungkap beberapa tantangan keamanan nasional yang ditimbulkan oleh kripto, dan makalah The Fed tentang mata uang digital tidak menjawab pertanyaan apa pun tentang apakah kita akan melihat dolar digital atau bagaimana mereka dapat bekerja dengan stablecoin,” kata Edward Moya, seorang analis pasar senior di Oanda Corp. 

Sebagai tambahan, Stablecoin, sesuai namanya koin stabil, merupakan aset kripto yang menawarkan konsistesi harga. Varian kripto ini dirancang untuk mempertahankan nilainya. Perubahan harga yang terjadi pada Stablecoin umumnya lebih kecil dibandingkan aset lain seperti Bitcoin.

Related Topics