MARKET

Manajer Investasi Optimistis pada Bitcoin, Diramal Tembus US$100 Ribu

Nilai aset kelolaan kripto mencapai US$4,1 miliar.

Manajer Investasi Optimistis pada Bitcoin, Diramal Tembus US$100 RibuIlustrasi pertemuan bisnis tentang keputusan investasi untuk bitcoin. Shutterstock/Morrowind
15 June 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Mayoritas pengelola dana aset kripto optimistis terhadap masa depan Bitcoin, meski kondisi pasar kripto saat ini sedang terkoreksi. Menurut laporan terbaru dari perusahaan jasa keuangan PwC, para manajer investasi kripto bahkan memprediksi harga Bitcoin sanggup tembus US$100 ribu pada akhir tahun ini.

Dalam laporan yang dilansir Juni 2022, sebanyak 42 persen fund manager memperkirakan harga Bitcoin akan berada dalam rentang US$75 ribu sampai US$100 ribu. Sedangkan, 35 persen manajer menaksir nilai aset digital tersebut antara US$50 ribu sampai US$75 ribu.

“Runtuhnya Terra baru-baru ini dengan jelas menunjukkan potensi risiko dalam aset digital. Akan terus ada volatilitas, tetapi pasar sedang beranjak menjadi dewasa,” kata John Garvey, Pemimpin Layanan Keuangan Global PwC Amerika Serikat, seperti dikutip dari Bitcoin.com, Rabu (15/6).

PWC melakukan survei terhadap 77 specialist crypto hedge fund managers pada kuartal pertama tahun ini. Mereka lantas menerbitkan laporan yang bertajuk 4th Annual Global Crypto Hedge Fund Report 2022. Laporan ini disusun dengan bekerja sama dengan Asosiasi Manajemen Investasi Alternatif (AIMA) dan Elwood Asset Management, entitas bagian dari Coinshares.

Dalam survei tersebut, PwC memberikan kesempatan bagi para manajer investasi kripto untuk memberikan perkiraan tentang harga Bitcoin dan kapitalisasi pasar kripto secara keseluruhan. Hasilnya, para crypto hedge fund ini sangat positif terhadap Bitcoin, meski pasar sedang dalam kondisi bearish atau mengalami penurunan harga.

Dikutip dari coinmarketcap, harga Bitcoin tercatat US$22 ribuan. Padahal, awal tahun ini atau secara year-to-date, harga aset kripto itu masih mencapai US$46 ribuan. Di sisi lain, kapitalisasi pasar keseluruhan aset kripto saat ini hanya mencapai US$943 miliar, dibandingkan dengan US$2,2 triliun pada awal tahun.

Menurut laporan PwC, total aset kelolaan (assets under management/AUM) kripto tahun lalu mencapai US$4,1 miliar, atau meningkat 8 persen ketimbang tahun sebelumnya. Sedangkan, jumlah spesialis crypto hedge fund mencapai 300 secara global. “Ke depan akan datang tidak hanya lebih banyak dana lindung nilai yang berfokus pada kripto dan AUM yang lebih tinggi, tetapi juga lebih banyak dana tradisional yang memasuki ruang kripto,” katanya.

Sentimen negatif

Ilustrasi perdagangan aset kripto. Shutterstock/Irina Budanova

Bitcoin sepanjang pekan ini membukukan penurunan harga. Mengutip Bloomberg, harga aset kripto tersebut, Senin (13/6), turun 12 persen menjadi sekitar US$23 ribuan, dan dianggap terendah sejak Desember 2020.

Aset kripto lain turut membukukan penurunan diperkirakan seiring aksi jual yang berlanjut. Menurut MVIS CryptoCompare Digital Assets 100 Index, yang mengukur 100 token teratas, terjadi koreksi sebanyak 14 persen.

“Aset kripto tetap berada di bawah kekuasaan bank sentral Amerika Serikat (The Fed) dan terjebak dalam gelombang pergerakan dengan Nasdaq dan aset berisiko lainnya,” kata Antoni Trenchev, Co-Founder dan Managing Partner Nexo.

Pelaku pasar memperkirakan The Fed akan lebih agresif menyesuaikan kebijakan moneternya beriring inflasi yang membubung. Sebelumnya, Biro Statistik Tenaga Kerja AS mencatat inflasi AS bulan lalu mencapai 8,6 persen, dan merupakan nilai tertinggi dalam empat dekade. Di sisi lain, pasar juga terkena sentimen dari Celcius, perusahaan pemberi pinjaman, yang menghentikan semua aktivitas penarikan, pertukaran, dan transfer akun. Itu belum termasuk kekhawatiran yang melanda pasar usai krisis stablecoin TerraUSD dan Luna, menurut Fortune.com.

Sebelumnya, trader Tokocrypto, Afid Sugiono, berpendapat ketika The Fed menyesuaikan kebijakan suku bunga acuan, maka tingkat imbal hasil instrumen berpendaptan tetap bakal meningkat, demikian dengan nilai dolar AS. “Alhasil, aset berisiko jadi dipandang tidak menarik dan menjadi lebih mahal di mata investor," ujarnya.

Afid menyebut, transaksi perdagangan kripto yang stagnan juga diakibatkan keragu-raguan investor soal titik terendah harga aset. Dengan begitu, investor tidak melakukan strategi pembelian di harga terendah atau buy the dip. Pasar pun membutuhkan katalis baru untuk keluar dari kelesuan ini, dan kemungkinan masih butuh waktu untuk kembali positif.

Related Topics