MARKET

Satu Semester Disuspensi, Saham Sritex Berpotensi Terdepak dari Bursa

Perusahaan tengah menghadapi perkara gugatan PKPU.

Satu Semester Disuspensi, Saham Sritex Berpotensi Terdepak dari BursaProses kerja di pabrik tekstil. Shutterstock/AdaCo

by Luky Maulana Firmansyah

22 November 2021

Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI) mengatakan PT Sri Rejeki Isman Tbk—yang dikenal dengan jenama Sritex—berpotensi terkena delisting atau penghapusan pencatatan saham di pasar. Kondisi ini sejalan dengan masa suspensi atau penghentian perdagangan saham perusahaan tekstil tersebut.

Berdasarkan pengumuman BEI, seperti dikutip Senin (22/11), saham Sritex telah disuspensi di seluruh pasar selama enam bulan lamanya. BEI pun mengatakan masa suspensi akan diperpanjang mencapai 24 bulan hingga 18 Mei 2023.

Kondisi tersebut artinya suspensi saham emiten berkode SRIL telah berlangsung sejak 18 Mei 2021. Kala itu, harga saham perusahaan ini mencapai Rp146 per saham.

Sebagai informasi, menurut data BEI, SRIL utamanya dikendalikan oleh PT Huddleston Indonesia dengan kepemilikan saham mencapai 59,03 persen. Kemudian, sebanyak 39,89 persen saham dimiliki oleh masyarakat dan masing-masing 0,52 persen dimiliki oleh Iwan Kurniawan Lukminto sebagai Wakil Direktur Utama perseroan dan Iwan Setiawan Lukminto sebagai Direktur Utama.

Pengumuman BEI itu disampaikan melalui sebuah surat yang ditandatangani oleh Kepala Divisi Penilaian Perusahaan 3 BEI Goklas Tambunan dan Kepala Divisi Pengaturan dan Operasional Perdagangan Irvan Susandy.

Potensi terdepak dari bursa saham

Dalam pengumuman yang sama BEI mengatakan, perihal pengumuman penghentian sementara perdagangan efek Sritex serta Peraturan Bursa No I-I tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting) Saham di Bursa, otoritas dapat menghapus pencatatan saham perusahaan apabila kondisinya seperti ini.

Pertama, perseroan mengalami mengalami kondisi atau peristiwa, yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha, baik secara finansial atau secara hukum, atau terhadap kelangsungan status perusahaan sebagai perusahaan terbuka, dan perusahaan tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai.

Kedua, saham perseroan tercatat yang akibat suspensi pasar regular dan pasar tunai hanya diperdagangkan di pasar negosiasi sekurang-kurangnya selama 24 bulan terakhir.

PKPU

Sritex sebelumnya diketahui tengah menghadapi perkara penundaan kewajiban pembayaran utang. Dalam keterbukaan informasi BEI, pada Selasa (28/9), perusahaan mengumumkan bahwa majelis hakim pengadilan niaga pada Pengadilan Negeri Semarang telah memutuskan untuk memperpanjang proses PKPU hingga 6 Desember 2021.

Menurut Direktur Sri Rejeki Isman, Allan M. Severino, perpanjangan ini dimohonkan kepada pengadilan mengingat kompleksitas proses restrukturisasi utang perusahaan. Perseroan berharap dengan perpanjangan ini proses menuju perdamaian antara perusahaan dengan para stakeholder terkait dapat diselesaikan secara komprehensif dan sebaik-baiknya.

Berdasarkan laporan keuangan terakhir perusahaan, Sritex pada tahun lalu memiliki total kewajiban (liabilitas) mencapai US$1,18 miliar, atau meningkat 22,0 persen secara tahunan. Sedangkan, posisi ekuitas perusahaan sebesar US$672,42 juta.

Aset perusahaan tercatat sebesar US$1,85 miliar. Perusahaan pada periode sama beroleh penurunan laba 2,7 persen menjadi US$85,33 juta.