OJK: Belum Ada Penundaan atau Pembatalan IPO, 20 Calon Emiten Antre

- Belum ada penundaan atau pembatalan IPO, 20 calon emiten masih antre.
- OJK mendorong peningkatan kualitas calon emiten dan strategi untuk meningkatkan kredibilitas investor.
- Pengkajian perbaikan peraturan terkait penggunaan dana dan mekanisme lock-up saham yang lebih efektif.
Jakarta, FORTUNE - Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Inarno Djajadi, menyatakan belum ada satu pun calon emiten yang akan melakukan initial public offering (IPO) mengajukan penundaan atau pembatalan ke Bursa Efek Indonesia (BEI) di tengah volatilitas pasar saat ini.
Dalam catatannya saat ini, masih terdapat 20 perusahaan yang berjajar pada antrean atau pipeline untuk IPO.
Dia mengatakan salah satu pertimbangan dalam menyelenggarakan IPO adalah kondisi pasar, misalnya dengan mengamati apakah minat investor untuk turut serta sudah cukup tinggi.
Perusahaan yang berniat akan melantai di bursa itu berasal dari berbagai sektor, dan di antaranya adalah "manufaktur, food and beverage, transportasi, dan beberapa bidang jasa lainnya," ujar Inarno dalam rapat dewan komisioner bulanan OJK Februari 2025, Selasa (4/3).
Di sisi lain, OJK juga telah merancang sejumlah strategi dalam meningkatkan kualitas calon emiten yang akan melakukan IPO. Salah satunya adalah mendorong BEI, penjamin efek hingga profesi penunjang pasar modal untuk memastikan kredibilitas calon emiten melalui uji tuntas atau due diligence yang lebih baik.
“Banyak masukan untuk meningkatkan kredibilitas dari calon investor dan sumber dananya yang memperoleh penjatahan pasti,” katanya.
OJK juga mendorong BEI meningkatkan free float minimum dan lebih berfokus dengan emiten berkapitalisasi besar. Demi meningkatkan transparansi dan pertanggungjawaban dari penggunaan dana pada prospektus, OJK sedang mengkaji perbaikan peraturan yang mengatur ihwal penggunaan dana.
Terakhir, OJK juga mengkaji mekanisme lock-up saham yang lebih efektif bagi pemegang saham yang terkena kewajiban itu. Sebagai konteks, mekanisme tersebut membatasi pemegang saham tertentu untuk menjual sahamnya dalam jangka waktu tertentu setelah IPO.