PAM Metalindo (NICL) Cetak Laba Bersih Rp318,75 Miliar, Terbang 1074%

- PAM Metalindo mencetak laba bersih Rp318,75 miliar, naik 1074 persen pada 2024.
- Penjualan nikel meningkat menjadi Rp1,44 triliun, laba kotor naik menjadi Rp517,26 miliar.
- Perusahaan optimistis pada 2025 karena penutupan tambang komoditas nikel di beberapa negara produsen akan mengerek harga nikel.
Jakarta, FORTUNE - PT PAM Metalindo Tbk (NICL) mencatatkan kinerja keuangan luar biasa pada 2024, dengan laba tahun berjalan yang melonjak fantastis sebesar 1074,71 persen menjadi Rp318,75 miliar.
Direktur Utama PAM Metalindo, Ruddy Tjanaka, menjelaskan lonjakan laba ini didorong oleh keberhasilan perusahaan dalam meningkatkan volume penjualan nikel. Di tengah tren penurunan permintaan nikel di Indonesia pada periode yang sama, NICL justru mampu meningkatkan volume penjualannya secara signifikan, dari 1.848.007,82 metrik ton (mt) pada tahun sebelumnya menjadi 2.300.914,78 mt pada 2024.
Peningkatan volume penjualan ini berkontribusi besar terhadap pendapatan perusahaan. NICL berhasil mencatatkan penjualan Rp1,44 triliun, meningkat 26,37 persen dibandingkan dengan 2023 yang hanya Rp1,14 triliun.
Kinerja yang solid ini mendorong laba kotor perseroan untuk tumbuh tajam, dari Rp136,66 miliar menjadi Rp517,26 miliar pada 2024, atau melonjak 278,50 persen secara tahunan.
Perolehan ini juga memungkinkan PAM Metalindo mencetak margin laba kotor tinggi pada 2024, mencapai 35,86 persen, tumbuh signifikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya 11,97 persen.
“Kendati kondisi industri nasional kurang menguntungkan, dengan harga acuan nikel domestik sejak semester kedua tahun 2024 mengalami penurunan sebesar 9,19 persen, kami tetap optimis dan mampu mengatasi tantangan tersebut," ujar Ruddy melalui keterangan resmi, Rabu (26/3).
Perusahaan itu telah mengantongi persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) periode 2024-2026 dengan total volume penjualan yang disetujui sebesar 7.000.000 WMT. Hal ini memungkinkan NICL menggenjot produksi dan meningkatkan volume penjualan sesuai dengan kapasitas yang telah ditetapkan dalam RKAB.
Sejalan dengan peningkatan laba kotor, kinerja laba usaha perseroan juga menunjukkan pertumbuhan pesat, meroket dari hanya Rp45,16 miliar pada 2023 menjadi Rp414,10 miliar pada 2024. Nilai ini meningkat secara signifikan sebesar 816,88 persen.
Sepanjang tahun lalu, NICL aktif melakukan eksplorasi berkelanjutan dengan tetap memegang prinsip konservasi cadangan mineral. Upaya ini dilakukan melalui optimalisasi pemanfaatan bijih nikel, termasuk diversifikasi produk berdasarkan persentase kadar nikel, menjadi bijih kadar rendah (low grade), kadar menengah (middle grade), dan kadar tinggi (high grade).
Saat ini, sumber daya di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) perseroan mencapai 12,771 juta ton dengan kadar Ni 1,20 persen. Sementara itu, sumber daya di wilayah IUP Entitas Anak, IBM, mencapai 74,497 juta ton dengan kadar Ni 1,10 persen.
Dari sisi neraca keuangan, total aset NICL mencapai Rp1,05 triliun, tumbuh sekitar 22,56 persen. Rasio utang terhadap ekuitas perseroan juga tercatat rendah, hanya 19,58 persen, yang mencerminkan kondisi neraca keuangan sehat.
Total ekuitas NICL mengalami peningkatan dari Rp745,47 miliar menjadi Rp878,18 miliar pada 2024, terutama disebabkan oleh peningkatan saldo laba.
Oprimistis 2025
Menghadapi 2025, emiten pertambangan ini tetap optimistis mempertahankan bahkan meningkatkan pertumbuhan kinerjanya.
Ruddy menjelaskan terdapat sejumlah katalis positif yang berpotensi menggerakkan kenaikan harga nikel, seperti penutupan tambang komoditas nikel di beberapa negara produsen dengan biaya produksi tinggi, termasuk Australia, Filipina, dan sejumlah negara di Eropa. Kondisi ini diperkirakan akan menekan pasokan nikel global dan pada gilirannya akan mendorong kenaikan harga.
Selain itu, ia juga meyakini bahwa permintaan nikel dunia akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan kebutuhan untuk kendaraan listrik dan baja nirkarat.
"Ini akan menguntungkan Indonesia sebagai produsen nikel terbesar, ditambah dengan rencana beberapa negara untuk melakukan hilirisasi industri nikel domestik mereka," ujarnya.