Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Pengamat : Penurunan Tarif AS-Cina Belum Jadi Katalis Bagi Ekonomi RI

Ilustrasi ekonomi yang baik (unsplash/towfiqu barbhuiya)
Ilustrasi ekonomi yang baik (unsplash/towfiqu barbhuiya)
Intinya sih...
  • Perang dagang AS-Cina mereda setelah kedua negara sepakat menurunkan tarif produk selama 90 hari.
  • Dampak deeskalasi ini masih sementara, dengan kemungkinan kenaikan tarif setelah 90 hari berakhir.
  • Sentimen positif bagi pasar keuangan global, penguatan pasar saham AS, Eropa, dan Asia, namun rupiah masih melemah.

Jakarta, FORTUNE - Ketegangan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Cina mereda setelah kedua negara tersebut sepakat untuk menurunkan tarif secara drastis selama 90 hari. Kendati demikian, pengamat menilai sentimen ini belum mampu menjadi katalis positif bagi perekonomian domestik kedepannya.

Diketahui, AS mengurangi tarif produk asal Cina dari 145 persen menjadi 30 persen, begitupun Cina menurunkan tarif produk AS dari 125 persen menjadi 10 persen.

Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede menjelaskan bahwa dampak deeskalasi ini masih bersifat sementara. Setelah periode 90 hari itu berakhir, masih ada kemungkinan kedua negara kembali menaikkan tarif. Menurutnya selama masih ada kebijakan tarif ini, potensi perlambatan ekonomi global masih mungkin terjadi.

Meski begitu ia tidak menampik situasi tersebut bakal menjadi angin segar bagi pasar keuangan global, dan menurunkan kemungkinan resesi di AS. Pasca kesepakatan kedua negara terjadi, pasar saham AS menguat diikuti bursa saham Eropa maupun Asia. Sementara di pasar domestik, IHSG menguat hingga 1,5 persen, kendati rupiah masih melemah. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian investor masih cenderung berhati-hati terhadap aset berisiko.

"Sentimen memang selalu positif, sehingga akan didukung. Tetapi dari fundamental yang masih belum. Memang data-data ekonomi Indonesia, terutama sektor ril, itu belum menunjukkan perbaikan," ujar dia dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (14/5).

Josua mengatakan, fundamental ekonomi masih memiliki permasalahan struktural salah satunya tercermin pada turunnya angka kelas menengah dan maraknya PHK. Sehingga, perekonomian Indonesia berpeluang bergerak ke depan, Josua memperkirakan pertumbuhannya masih tetap di bawah lima persen.

Share
Topics
Editorial Team
Ekarina .
EditorEkarina .
Follow Us