
04 September 2023
Jakarta, FORTUNE - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan akan menguat, Senin (4/9), setelah ditutup naik 0,35 persen di level 6.977,65 pada Jumat pekan lalu.
Analis Binaartha Sekuritas, Ivan Rosanova mengatakan, IHSG ditutup tipis di bawah resisten 7.005 pada hari Jumat. Lalu diperkirakan menguat ke level 7.058 sebagai resisten berikutnya jika hari ini tembus di atas 7.005.
Level support IHSG berada di 6.920, 6.869, dan 6.823. Sementara itu, level resistennya adalah 7.005, 7.058, dan 7.128. Indikator MACD mengindikasikan momentum bullish.
Ivan memproyeksikan IHSG bergerak di kisaran support 6.960 dan resisten di 7.030. Saham-saham yang ia soroti hari ini, yakni: ADRO, ANTM, ARTO, ASII, dan ESSA.
CEO Yugen Bertumbuh Sekuritas, William Surya Wijaya pun memprediksi IHSG menguat walaupun terbatas. Penyebabnya, yakni: fluktuasi nilai tukar rupiah dan outflow yang akan memberatkan pola gerak IHSG.
"Awal bulan ke sembilan yang juga masih merupakan awal pekan, pola gerak IHSG masih diwarnai oleh potensi kenaikan terbatas," katanya.
Ia memproyeksikan IHSG melaju di kisaran support 6.889 dan resisten di 7.088. Saham-saham pilihannya, yakni: ASII, AKRA, JSMR, ITMG, BMRI, GGRM, AALI, dan BBCA.
Adapun, secara historis, dalam 10 tahun terakhir, IHSG cenderung terkoreksi pada periode September. "Dengan probabilitas 60 persen dan rata-rata pengembalian sebesar minus 1,32 persen. Di sisi lain, sejak awal 2023, IHSG mengalami kenaikan 1,85 persen (ytd) jadi di level 6.977 (1/9)," jelas Financial Expert Ajaib Sekuritas, Ratih Mustikoningsih.
Sentimen yang akan pengaruhi pergerakan mingguan IHSG

Katalis domestik dan global berpotensi memengaruhi pergerakan IHSG pada September tahun ini. Secara domestik, sentimen yang dicermati oleh pelaku pasar adalah inflasi tahunan yang tercatat 3,27 persen pada Agustus 2023, lebih tinggi dari bulan sebelumnya sebesar 3,08 persen. Itu terjadi karena harga pangan, salah satunya kenaikan harga beras karena musim kemarau yang berkepanjangan (El Nino). Akibatnya, volume produksi turun saat konsumsi domestik menguat. Selain kenaikan harga beras, harga komoditas energi juga meningkat yang berimbas pada inflasi di sektor transportasi.
Sentimen lainya, pelaku pasar berpotensi mengambil langkah profit taking setelah IHSG mengalami penguatan dalam 3 bulan beruntun sejak Juni hingga Agustus 2023. Selain itu, Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Senin (4/9) ini memberlakukan kembali Auto Rejection Bawah (ARB) simetris, yang mana dampak negatifnya adalah fluktuasi harga saham yang signifikan, apalagi jika saham tersebut memiliki pembobotan cukup besar di IHSG.
Meskipun demikian, pada periode Agustus 2023, terdapat sentimen positif dari Indeks PMI manufaktur nasional versi S&P Global yang tercatat di level 53,9. Angka itu lebih tinggi dari bulan sebelumnya sebesar 53,3. Output produksi terakselerasi sejalan dengan tangguhnya konsumsi domestik.
Secara global, pertumbuhan ekonomi (PBD) Amerika Serikat (AS) pada kuartal II 2023 direvisi sebesar 2,1 persen, masih lebih tinggi dari kuartal sebelumnya sebesar 2 persen. Hal itu menjadi katalis positif bagi kenaikan harga komoditas energi, seperti batu bara dan migas.
Pemulihan ekonomi juga berlangsung di Cina, tercermin dari PMI Manufaktur versi Caixin periode Agustus 2023 yang kembali di level ekspansif sebesar 51, lebih tinggi dibanding periode sebelumnya yang tercatat 49,3. Akselerasi tersebut sejalan dengan stimulus pemerintah Cina untuk meningkatkan daya beli.
Pelaku pasar pun mencermati keputusan suku bunga The Fed pada FOMC 20-21 September mendatang. Suku bunga The Fed diproyeksikan tetap pada level 5,25-5,50 persen. Optimisme tersebut sejalan dengan data tenaga kerja yang telah mereda, yang mana tingkat pengangguran pada Agustus 2023 telah naik menjadi 3,8 persen dari bulan sebelumnya sebesar 3,5 persen, meskipun non farm payroll tercatat 187.000, lebih tinggi dari bulan sebelumnya 157.000.
Mempertimbangkan sentimen-sentimen tersebut, IHSG pada September 2023 berpotensi bergerak sideways cenderung melemah dalam kisaran 6.850-7.050. "Namun, jika IHSG mengalami koreksi, momentum tersebut bisa dijadikan peluang untuk akumulasi saham disaat harganya sedang terdiskon," kata Ratih.