MARKET

Meninjau Prospek BRIS Setahun Setelah Mega Merger

Laba bersih BRIS naik 43% pada 2021.

Meninjau Prospek BRIS Setahun Setelah Mega MergerBank syariah indonesia (BSI). Shutterstock/farzand01
18 February 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE -  Bulan ini PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) genap setahun beroperasi, setelah penggabungan tiga bank syariah pelat merah. Sebagai bank syariah terbesar di Indonesia berdasarkan aset, BRIS dinilai memiliki sejumlah peluang menumbuhkan pangsa pasar—yang saat ini baru 7 persen.

Menurut analis Mirae Asset Management, merger telah memoles kualitas pembiayaan lewat peningkatan standar menajemen risiko, skema pembiayaan yang kompetitif berkat penurunan cost of fund (CoF), serta likuiditas yang lebih tinggi.

Kinerja keuangan perusahaan  terbilang baik, dengan pertumbuhan laba bersih 43 persen (yoy) menjadi Rp3 triliun pada 2021, dari Rp2,1 triliun tahun sebelumnya. Laba operasinya juga melambung 32 persen dari Rp3,1 triliun menjadi Rp4,1 triliun.

Akan tetapi, kinerja itu tak lantas tercermin dalam pergerakan saham BRIS. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), saham bank syariah itu telah menurun 36,80 persen selama setahun terakhir. Sepanjang 2022, sahamnya terkoreksi 4,49 persen hingga penutupan perdagangan Jumat (18/2).

Lantas, bagaimana kans laju saham BRIS dan kinerja perseroan pada 2022?

Strategi kredit BRIS pada 2022

BRIS tengah fokus menyalurkan pembiayaan ke segmen konsumer dengan imbal hasil tinggi dan risiko rendah (payroll financing) dengan menyasar ASN dan pegawai BUMN. Terbukti, layanan itu berhasil tumbuh 44,7 persen (YoY).

BRIS menargetkan pertumbuhan kredit sebesar 11–13 persen pada 2022. Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia—Handiman Soetoyo, menilai target itu konservatif.

“Mengingat akuisis nasabah baru yang agresif, terutama PNS, pegawai BUMN, dan ekosistem Islam seperti haji, umrah donasi, masjid, dan madrasah,” kata Handiman dalam risetnya, dikutip Jumat (18/2).

Pada sisi digital, aplikasi BSI dirancang khusus untuk memenuhi keperluan umat Islam dengan menyediakan sejumlah fitur, dari spiritual (waktu salat dan kiblat), sosial (ziswaf dan transaksi sosial lain), dan keuangan (pembayaran keuangan, transaksi haji dan umrah).

Sebagai upaya meningkatkan saham free float dari 6,14 persen menjadi minimal 7,5 persen, perseroan juga akan menggelar rights issue. Meski tengah dibahas secara intrenal, berdasarkan keterangan Kementerian BUMN, rights issue akan bernilai Rp7,2 triliun.

Rasio pembiayaan bermasalah (NPF) masih harus diperhatikan

Meski berhasil mencetak laba dan pembiayaan bertumbuh 9,3 persen (yoy) menjadi Rp170,8 triliun, Handiman dan tim masih menyoroti tingkat risiko pembiayaan bermasalah (non performing loan) BRIS.

Diketahui, NPF Bruto perusahaan naik tipis dari 2,88 persen menjadi 2,93 persen. Sementara cakupan NPF meningkat dari 134,3 persen menjadi 148,9 persen.

Namun demikian, TD (term deposit) dan CASA (current account saving account) atau dana murah BRIS masing-masing bertumbuh 14,6 persen dan 8,7 persen (yoy) sehingga rasio CASA berubah dari 59,2 persen menjadi 57,9 persen.

Sementara cost of fund (dana biaya) berkurang—dari 2,68 persen menjadi 2,03 persen) mengikuti suku bunga acuan yang berkurang dan likuiditas yang cukup. NIM juga relatif landai--dari 6,05 persen berubah ke 6,04 persen—karena penurunan imbal hasil aset.

“Kami mengharapkan adanya penurunan cost of fund ebih lanjut karena term deposit khusus akan bergeser lebih jauh ke tingkat normal,” imbuhnya. 

Sebagai catatan positif, LDR BRIS relatif besar, yakni 73,4 persen.

Related Topics