Pengamat: El Nino Tambah Masalah Ketahanan Pangan di Asia

Sejumlah negara sudah mulai bersiap hadapi El Nino.

Pengamat: El Nino Tambah Masalah Ketahanan Pangan di Asia
Ilustrasi kekeringan. Shutterstock/Iamadventure
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Setelah dampak perang Rusia-Ukraina, ketahanan pangan dunia diperkirakan semakin terguncang dengan adanya El Nino, yang datang lebih awal dari biasanya, sehingga menghambat produksi beras di seluruh Asia.

Analis riset di Food Policy Research Institute (IFPRI), Abdullah Mamun, mengatakan tanda-tandanya tersebut sudah terlihat dengan kenaikan harga beras seiring berkurangnya produksi. Padahal, 90 persen beras dunia ditanam dan menjadi kebutuhan pangan pokok.

Mamun mengatakan, dampak El Nino tahun ini dapat semakin buruk bagi negara-negara penghasil beras, seperti berkurangnya ketersediaan pupuk akibat perang dan pembatasan ekspor beras beberapa negara. Menurutnya, Myanmar, Kamboja, dan Nepal sangat rentan. “Ada ketidakpastian di langit,” katanya seperti dikutip dari APNews, Kamis (13/7).

Seperti diketahui, El Nino adalah pemanasan alami, sementara, dan sesekali di bagian Pasifik yang mengubah pola cuaca global. Sayangnya, perubahan iklim yang terjadi membuatnya lebih kuat. Bahkan, kini ada satu dari empat kemungkinan, fenomena ala mini akan berdampak besar dan makin luas. Sebelumnya, El Nino biasanya ditandai dengan cuaca ekstrem, mulai dari kekeringan hingga banjir.

Kesulitan yang mulai terasa

Suhu rerata global mencapai rekor tertinggi beberapa waktu belakangan. AP News menyebut hujan muson di India lebih ringan dari biasanya pada akhir Juni; Presiden Indonesia, Joko Widodo meminta para menterinya untuk mengantisipasi musim kemarau panjang; dan di Filipina, pihak berwenang mengelola air dengan hati-hati untuk melindungi daerah yang rentan.

India termasuk yang paling terpukul oleh keputusan membatasi ekspor beras tahun lalu, setelah curah hujan yang turun lebih sedikit dari yang diharapkan dan gelombang panas yang menghanguskan gandum. Hal ini meningkatkan kekhawatiran bahwa harga pangan dalam negeri akan melonjak.

Akhirnya, bulan lalu, India mengatakan akan mengirim lebih dari 1 juta metrik ton (1,1 juta ton AS) ke india, Senegal, dan Gambia untuk membantu mereka “memenuhi kebutuhan keamanan pangan mereka,” kata Mamun.

Masalah pupuk

Pupuk adalah variabel lainnya. Tahun lalu, Cina sebagai produsen utama, membatasi ekspor untuk menjaga harga domestik tetap terkendali, setelah pupuk termasuk di antara ekspor yang terkena sanksi terhadap sekutu Rusia Belarus karena pelanggaran hak asasi manusia.

Sanksi terhadap Rusia atas invasinya ke Ukraina tidak secara khusus menargetkan pupuk, tetapi perang telah mengganggu pengiriman tiga bahan baku pupuk kimia yang utama, yakni kalium, fosfor, dan nitrogen.

Bangladesh mungkin berhasil menemukan pemasok di Kanada untuk mengganti pengiriman kalium yang hilang dari Belarusia, tetapi masih banyak negara masih berebut menemukan sumber baru. Meski sudah ada pasokan pupuk, curah hujan yang sedikit jadi masalah lain, sehingga para petani Bangladesh harus mengandalkan pompa listrik untuk panen musim dinginnya pada saat kekurangan listrik karena kekurangan solar dan batu bara akibat perang.

Magazine

SEE MORE>
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024
[Dis] Advantages As First Movers
Edisi Maret 2024
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023

Most Popular

Kelas BPJS Kesehatan Dihapus tapi Iuran Tetap Beda, Seperti Apa?
TDS 3 in Jakarta: NCT Dream, Sebuah Ikon Pertumbuhan
IBM Indonesia Ungkap Fungsi WatsonX Bagi Digitalisasi Sektor Keuangan
Ulang Tahun ke-22, Starbucks Indonesia Donasi Rp5 Miliar ke Gaza
Perkuat Ekosistem Kuliner Jepang, J Trust Gandeng Kushikatsu Daruma
Saat Bos Starbucks Bicara Persaingan dengan Brand Kopi Lokal