Bapanas Ingatkan Potensi Penurunan Produksi Beras pada Akhir Tahun

- Penurunan produksi dapat terjadi menjelang akhir 2025 hingga awal 2026.
- Produksi beras nasional sepanjang Januari–September 2025 naik 12,7 persen.
- Pemerintah perlu meningkatkan koordinasi untuk memantau data dengan cermat.
Jakarta, FORTUNE - Badan Pangan Nasional (Bapanas) menyerukan kewaspadaan tinggi kepada seluruh pemangku kepentingan terhadap potensi penurunan produksi beras yang mengancam pada periode akhir 2025 hingga awal 2026. Penurunan musiman ini dikhawatirkan dapat mengganggu stabilitas pasokan dan harga pangan nasional jika tidak diantisipasi sejak dini.
Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, menegaskan kewaspadaan ini didasarkan pada tren historis. Produksi padi pada periode genting tersebut secara konsisten berada di bawah tingkat konsumsi bulanan nasional.
“Kita semua perlu melihat pentingnya pengelolaan stok pangan dan memperhatikan tren produksi, karena pada periode November, Desember 2025, dan Januari 2026, produksi padi bulanan secara historis berada di bawah tingkat konsumsi bulanan,” kata Arief dalam keterangannya, Senin (22/9).
Ironisnya, peringatan ini datang di tengah capaian positif sektor pertanian. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan produksi beras nasional sepanjang Januari–September 2025 mencapai 28,22 juta ton, naik 12,7 persen atau 3,18 juta ton dari periode sama pada tahun lalu. Dengan tingkat konsumsi 23,21 juta ton, saat ini tercatat surplus sekitar 5,01 juta ton.
“Ini capaian positif yang harus kita syukuri. Namun kita juga tidak boleh lengah, sebab memasuki November 2025 hingga Januari 2026, produksi padi biasanya mengalami penurunan. Sementara rata-rata konsumsi bulanan mencapai 2,5 juta ton. Di titik inilah kita harus hati-hati menjaga ketersediaan dan stabilitas harga beras di pasar,” kata Arief.
Demi memitigasi risiko tersebut, Arief menekankan peran cadangan pangan pemerintah (CPP) yang tidak bisa diremehkan sebagai instrumen penjaga keseimbangan.
“Cadangan pangan pemerintah itu ibarat rem dan gas, harus kita kelola dengan benar agar masyarakat tetap mendapatkan beras dengan harga terjangkau. Sementara itu, petani juga terlindungi harga gabahnya,” ujarnya.
Pada sisi harga, Bapanas menyatakan harga beras medium mulai terkendali mendekati Harga Eceran Tertinggi (HET). Per 18 September, harga pada Zona 1 mencapai Rp13.434 per kilogram (di bawah HET). Namun, harga padaZona 2 masih Rp14.049 per kg (0,35 persen di atas HET) dan Zona 3 mencapai Rp15.976 per kg (3,07 persen di atas HET).
Tantangan lainnya datang dari laju inflasi pangan. Setelah berhasil ditekan hingga 0,57 persen selama periode Ramadan dan Idulfitri (Februari-Juni 2025), inflasi pangan kembali melonjak ke 3,82 persen pada Juli dan naik lagi menjadi 4,47 persen pada Agustus.
“Ini menjadi alarm bagi pemerintah agar program-program intervensi pangan dapat terus semakin digencarkan,” kata Arief.
Menghadapi tantangan multifaset ini, ia mendorong koordinasi yang solid antarlembaga.
“Kunci utamanya adalah memantau data dengan cermat, memastikan distribusi berjalan lancar, dan bila diperlukan melakukan intervensi, baik lewat operasi pasar maupun penyerapan hasil petani,” ujarnya.