- Berapa harga beras premium saat ini?Menurut data Bapanas per 4 September 2025, harga beras premium rata-rata Rp16.039/kg, atau 7,64% lebih tinggi dari HET Rp14.900/kg.
- Apa itu HET (Harga Eceran Tertinggi) beras?HET adalah harga maksimal yang ditetapkan pemerintah untuk menjaga keterjangkauan beras. Untuk beras premium, HET ditetapkan Rp14.900/kg, sedangkan beras medium Rp12.500/kg.
- Apakah inflasi beras meningkat?BPS mencatat inflasi beras pada Agustus 2025 sebesar 0,73%, lebih rendah dibanding Juli 2025, namun harga di lapangan masih tinggi di sejumlah daerah.
Apa Penyebab Harga Beras Mahal? Ini Penjelasan Bapanas

- Stok beras nasional surplus, namun harga tetap mahal karena distribusi tidak lancar dan stok ritel sempat kosong.
- Ombudsman menyoroti Tata kelola buruk jadi penyebab utama, seperti masalah ada pada distribusi, SPHP, dan cadangan Bulog.
- Pemerintah melakukan operasi pasar besar-besaran di lebih dari 4.000 titik untuk menekan harga yang masih melampaui HET.
Jakarta, FORTUNE – Harga beras di berbagai daerah masih terpantau tinggi meski produksi dan stok nasional dilaporkan surplus. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar, sebab secara logika pasar, tingginya pasokan biasanya menekan harga. Namun, kenyataannya harga beras tetap mahal.
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, menegaskan pihaknya akan menelusuri langsung penyebab anomali harga ini. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat produksi beras nasional Januari–Oktober 2025 mencapai 31,04 juta ton, sementara Bapanas memperkirakan total produksi sepanjang tahun bisa mencapai 33,93 juta ton.
“Saya perlu meng-cross-check di lapangan. Kalau harga gabahnya itu di atas Rp7.000, Rp7.400, Rp7.800, berarti gabahnya lagi banyak atau sedikit?” ujar Arief di DPR RI, Kamis (4/9).
Kendala distribusi dan stok ritel
Arief menjelaskan, harga beras mahal juga dipengaruhi distribusi yang tidak lancar. Sejumlah perusahaan pemasok yang terjerat kasus beras oplosan sempat menghentikan produksi sehingga stok di ritel modern kosong.
“Kalau sekarang, ada beberapa perusahaan yang biasa mengirim ke modern market kemudian stop produksi. Jadi yang di supermarket kosong, wajar. Sekarang kita isi pakai pemasok lain, tapi memang butuh waktu,” jelasnya.
Pemerintah telah menyalurkan pasokan baru ke ritel, namun proses penggantian pemasok ini memerlukan penyesuaian.
Tata kelola buruk jadi penyebab utama
Di sisi lain, Ombudsman Republik Indonesia menegaskan kenaikan harga beras bukan disebabkan kekurangan stok, melainkan tata kelola perberasan yang tidak optimal.
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, menjelaskan pihaknya telah melakukan pemantauan sejak Agustus 2025 di Karawang, Pasar Induk Beras Cipinang, 137 ritel tradisional di 25 provinsi, serta 35 ritel modern di Jabodetabek. Hasilnya, pasokan gabah ke penggilingan menurun, dan 8 dari 35 ritel modern di Jabodetabek tidak memiliki stok beras.
Harga beras premium tercatat Rp14.700–Rp32.400/kg, sedangkan non-premium Rp21.000–Rp37.500/kg. Sementara itu, beras operasi pasar SPHP yang dipatok Rp12.500/kg kerap dikeluhkan mutunya.
“Ombudsman juga mencatat kondisi cadangan beras pemerintah yang mengkhawatirkan. Dari total stok Bulog 3,9 juta ton, lebih dari 1,2 juta ton berusia lebih dari enam bulan. Kondisi ini berpotensi menimbulkan disposal hingga 300 ribu ton dengan taksiran kerugian negara sekitar Rp4 triliun,” ungkap Yeka.
Potensi kerugian negara diperkirakan mencapai Rp3 triliun
Lebih lanjut, realisasi penyaluran SPHP baru mencapai 302 ribu ton atau 20 persen dari target 1,5 juta ton. Rata-rata distribusinya hanya 2.392 ton per hari, jauh di bawah kebutuhan sekitar 86.700 ton. Ombudsman juga menyoroti realisasi bantuan pangan yang baru 360 ribu ton atau 98,62 persen, lebih rendah dibanding 2024.
Menurut Yeka, buruknya tata kelola ini memperbesar biaya pengelolaan di Bulog, mulai dari pengadaan gabah, penyimpanan stok, hingga penyaluran cadangan beras pemerintah. Potensi kerugian negara akibat persoalan ini diperkirakan mencapai Rp3 triliun.
“Publik kini menghadapi situasi harga mahal, kualitas rendah, dan distribusi terbatas. Jika ini dibiarkan, akan meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penyelenggara pangan,” ujarnya.
Untuk itulah, Ombudsman pun memberikan lima catatan penting, yaitu memperkuat operasi pasar SPHP dengan jaminan kualitas, mendorong Satgas Pangan mengevaluasi distribusi, menciptakan iklim usaha yang transparan, memastikan bantuan pangan tersalurkan hingga akhir tahun, serta mendesak Presiden menugaskan BPKP melakukan evaluasi menyeluruh agar tata kelola lebih akuntabel.
Anomali di pasar pangan
Sementara itu, Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, juga mengakui adanya anomali di sektor pangan. Produksi beras hingga Oktober 2025 surplus 3,7 juta ton dibanding tahun lalu, namun harga tetap tinggi. Fenomena serupa juga terjadi pada komoditas lain seperti minyak goreng, ayam, dan telur.
“Anomali ini kita perbaiki bersama. Untuk beras, dilakukan operasi pasar besar-besaran, terutama di daerah dengan harga tertinggi. Pemerintah sudah menyiapkan 1,3 juta ton beras melalui program Stabilisasi Harga dan Pasokan (SPHP),” jelas Amran.
Operasi pasar telah digelar di 4.000 titik di lebih dari 7.200 kecamatan seluruh Indonesia. Pemerintah berharap langkah ini mampu menekan harga lebih rendah.
Data harga beras terbaru
Berdasarkan panel harga Bapanas, per 4 September 2025 harga rata-rata beras premium nasional masih Rp16.039/kg atau 7,64% lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp14.900.
Di Papua Barat, harga beras premium bahkan 19,41% lebih tinggi dari HET. Untuk beras medium, rata-rata nasional masih lebih mahal 3,17% dari HET. Beberapa daerah dengan disparitas harga medium di atas 5% antara lain Bali (5,03%), Sulawesi Tengah (8,34%), hingga Sulawesi Utara (14,06%).
Meski demikian, BPS mencatat inflasi beras menurun. Inflasi beras pada Agustus 2025 tercatat 0,73%, lebih rendah dibanding Juli 2025. Namun, tekanan harga tetap terasa di daerah. Sebanyak 214 kabupaten/kota masih melaporkan kenaikan harga pada pekan keempat Agustus, naik dari 200 kabupaten/kota pada pekan sebelumnya.
Fenomena harga beras mahal meski stok surplus menegaskan adanya persoalan distribusi, tata kelola cadangan, serta efisiensi pasar yang belum optimal. Pemerintah bersama lembaga terkait kini berupaya menstabilkan harga melalui operasi pasar, evaluasi distribusi, hingga pengawasan ketat cadangan beras pemerintah.