NEWS

Bulog Ungkap Alasan Harga Beras Masih Tinggi, Meski Sudah Impor

Impor beras untuk menjaga inflasi, bukan menurunkan harga.

Bulog Ungkap Alasan Harga Beras Masih Tinggi, Meski Sudah ImporSejumlah pekerja melakukan bongkar muat beras impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (12/10). ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah
12 January 2024
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Perum Bulog mengungkapkan sejumlah alasan yang menyebabkan Harga Beras masih tinggi, meski pemerintah sudah melakukan Impor untuk meredam lonjakan harga.

Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi, mengatakan bahwa impor beras sebanyak 3,5 juta ton, yang sudah dimulai dari tahun lalu, memang bukan ditujukan untuk menurunkan harga beras.

“Harus diakui bahwa bantuan pangan dan beras SPHP (Stabilisasi Pasokan Harga Pasar) belum berhasil menurunkan harga, tapi berhasil menurunkan inflasi,” ujarnya dalam konferensi pers, Kamis (11/1). “Artinya harga beras itu stabil tapi relatif tinggi.”

Menurutnya, ada tiga faktor penyebab harga beras masih tetap tinggi sampai saat ini. Pertama, karena produksi gabah dalam negeri masih belum pulih. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2022 terdapat surplus sekitar 1 juta ton beras. Sedangkan pada 2023 hanya surplus sekitar 300 ribu ton.

Faktor kedua adalah biaya input produksi yang masih mahal, seperti biaya pupuk. Faktor berikutnya adalah karena negara-negara penghasil beras terbesar juga menerapkan berbagai kebijakan untuk melindungi persediaan berasnya, yang membuat pasar global ikut terimbas untuk menaikkan harga.

“Kuncinya masih tetap harus diproduksi. Kuncinya itu. Tambahan dari impor yang 2 juta ton atau mungkin bisa lebih dari itu, itu hanya bisa menjaga saja,” kata Bayu dalam keterangannya.

Menjaga inflasi

Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi.
Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi. (ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin)

Kendati demikian, penyaluran bantuan pangan tahap I yang dimulai pada Maret – Mei 2023 serta September – Desember 2023 diharapkan dapat ikut menjaga inflasi. Menurutnya, pada Februari 2023 sebelum bantuan pangan inflasi beras sebesar 2, 63 persen. "Setelah bantuan pangan maka inflasi beras turun menjadi 0,7 persen pada bulan Maret 2023, turun lagi menjadi 0,55 persen pada bulan April dan bahkan pada bulan Mei hanya 0,02 persen inflasi beras,” katanya.

Sedangkan, tahap penyaluran beras bantuan berikutnya ditargetkan bisa menjaga laju kenaikan harga beras di akhir tahun yang biasanya naik tinggi. Hal itu terlihat dari inflasi beras yang menurun cukup signifikan dari 5,61 persen pada September 2023 menjadi 0,43 persen pada Desember 2023.

Penyaluran bantuan pangan beras ini rencananya kembali dilanjutkan pada tahun ini dengan penambahan Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dari 21,3 juta menjadi 22 juta. “Jika diasumsikan setiap keluarga rata-rata terdiri empat orang maka sudah 88 juta rakyat Indonesia yang merasakan manfaat dari program Bantuan Pangan ini,” kata Bayu.

Syarat turun

Presiden Joko Widodo (kanan) didampingi Plt Menteri Pertanian Arief Prasetyo Adi melihat tanaman padi di Desa Ciasem Girang, Ciasem, Subang, Jawa Barat, Minggu (8/10). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Related Topics