NEWS

Mengenal Productivity Dysmorphia, Sebab, dan Cara Mengatasinya

Productivity Dysmorphia bisa berbahaya bagi mental.

Mengenal Productivity Dysmorphia, Sebab, dan Cara MengatasinyaIlustrasi burnout dalam kerja. (Pixabay/Lukas Bieri)
05 October 2023

Jakarta, FORTUNE – Pernahkah Anda merasa kurang produktif, padahal sudah melewati hari yang sangat sibuk dengan pekerjaan? Hati-hati, bisa jadi Anda terkena Productivity Dysmorphia.

Productivity Dysmorphia timbul akibat dari kecanduan kerja yang banyak dialami masyarakat perkotaan dengan budaya hustle-nya. Bukan hanya tekanan yang dirasa, namun juga sikap kurang menghargai setiap pencapaian diri yang sudah Anda dapatkan.

Bagi sebagian orang, hal ini dianggap wajar. Namun, sebenarnya cukup membahayakan, karena berpotensi menjebak Anda dalam sebuah pemahaman yang hanya berorientasi pada kerja, lupa pada kebutuhan pribadi, bahkan bisa membahayakan mental Anda.

Mengutip laman workbrighter.co, Fortune Indonesia akan mengulas lebih lanjut, tentang apa itu Productivity Dysmorphia.

Pengertian

Productivity Dysmorphia adalah sebuah istilah yang pertama kali ditulis oleh Anna Codrea-Rado untuk menggambarkan ketidakmampuan Anda untuk melihat atau mengevaluasi produktivitas diri sendiri secara akurat.

Istilah ini mungkin sekilas mirip gila kerja atau workaholic, namun sebenarnya berbeda, meski bisa dikatakan bahwa Productivity Dysmorphia adalah bagian dari orang yang gila kerja. Artinya, para pecandu kerja pun kerap merasakan Productivity Dysmorphia dengan lebih intens dibandingkan mereka yang bukan pecandu kerja.

Secara lebih terperinci, Codrea-Rado menggambarkan Productivity Dysmorphia sebagai, "alter ego ambisi: mengejar produktivitas mendorong kita untuk berbuat lebih banyak, namun merampas kemampuan kita untuk menikmati kesuksesan apa pun yang mungkin kita temui di sepanjang jalan."

Penyebab

Secara umum, ada beberapa hal yang dianggap sebagai penyebab terjadinya Productivity Dysmorphia pada seseorang, yakni:

  1. Burnout
    Kelelahan yang sangat hebat bisa menyebabkan banyak hal buruk terjadi pada seseorang. Bukan hanya fisik, namun mental juga sangat mungkin terserang, dan membahayakan hidup orang tersebut. Productivity Dysmorphia terjadi paling kuat, justru saat menghadapi kelelahan hebat, bersamaan dengan penyakit mental lainnya. Bahkan, menurunnya rasa pencapaian–seperti yang dialami dalam Productivity Dysmorphia–termasuk dalam definisi resmi WHO tentang Burnout.
  2. Kecemasan
    Kecemasan, baik stres situasional atau penyakit mental kronis, juga dapat meningkatkan Productivity Dysmorphia. Hal ini terjadi ketika Anda merasa tidak ada yang bisa dilakukan untuk mendapatkan rasa aman, tenteram, dan tenang. Kecemasan yang terus berkembang dan meningkat, pada akhirnya berpotensi besar menjadi sebuah kekhawatiran atas berbagai pencapaian yang diraih. Pada titik ini, Productivity Dysmorphia pun terjadi.
  3. Hedonic Adaptation
    Istilah ini berkenaan dengan sebuah situasi di mana harapan seseorang pada pencapaian yang dilakukannya selalu bertambah besar dari waktu ke waktu. Hal ini biasanya justru terjadi pada mereka yang memiliki prestasi dan selalu tidak puas dengan tiap pencapaian yang mereka dapatkan. Jadi, dalam situasi yang sebenarnya sudah cukup baik, orang tersebut akan selalu merasa kurang dan akan memacu dirinya lebih keras lagi mencapai standar baru lain yang lebih tinggi.
  4. Imposter Syndrome
    Sebenarnya sindrom ini serupa tapi tak sama dengan Productivity Dysmorphia. Pada sindrom imposter, seseorang merasa takut dianggap tidak berbakat atau tidak mampu, meski sebenarnya ia memiliki kelebihan tertentu. Sementara, pada Productivity Dysmorphia, ketakutan fokus pada hasil. Meski begitu, sindrom ini juga bisa menyebabkan Productivity Dysmorphia di kemudian hari, saat sebuah pencapaian terjadi.

Related Topics

    © 2024 Fortune Media IP Limited. All rights reserved. Reproduction in whole or part without written permission is prohibited.