NEWS

BPOM Tetapkan 2 Perusahaan Farmasi Langgar Aturan Produksi Obat Sirop

Terbukti menggunakan EG dan DEG.

BPOM Tetapkan 2 Perusahaan Farmasi Langgar Aturan Produksi Obat SiropKepala BPOM, Penny Lukito. (Tangkapan layar)
by
09 November 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengumumkan dua nama produsen dalam industri farmasi yang melanggar ketentuan pengunaan bahan baku pelarut dalam menghasilkan obat sirop. Kedua perusahaan tersebut adalah PT Samco Farma dan PT Ciubros Farma.

Berdasarkan hasil pengujian bahan baku dan produk jadi, kedua entitas farmasi itu terbukti menggunakan senyawa Etilon Glikol (EG) dan Dietilon Glikol (DEG) yang tidak memenuhi persyaratan karena melebihi batas aman yang ditentukan.

“Cemaran EG dan DEG dalam bahan baku pelarut tersebut tidak memenuhi persyaratan dalam produk jadi, bahkan melebihi ambang batas aman,” ujar Kepala BPOM Penny Lukito saat konferensi pers, Rabu (9/11).

Menurut Kepala BPOM, Penny Lukito, dalam konferensi pers hari ini (9/11), standar baku nasional yang diakui menyebut ambang batas aman atau tolerable daily intake (TDI) untuk EG dan DEG adalah 0,5 miligram/kilogram berat badan per hari. Lebih dari itu, obat dapat berbahaya bagi ginjal pasien

BPOM melakukan penindakan berupa penarikan obat sirop dari pedagang seluruh Indonesia. Selain itu, lembaga tersebut melakukan pemusnahan terhadap gelombang produk yang mengandung EG dan DEG melebihi batas aman.

Tindak dua distributor bahan baku obat

Penny juga mengatakan BPOM telah memeriksa pemenuhan cara distribusi obat yang baik (CDOB) oleh perusahaan besar farmasi (PBF). Industri yang menyalurkan bahan baku propilen glikol (PG) yang mengandung cemaran EG dan DEG—dan tidak memenuhi persyaratan—sertifikat CDOB-nya akan dicabut.

Sementara, PT Mega Setia Agung Kimia dan PT Tirta Buana Kemindo merupakan dua perusahaan yang tebukti melanggar. Kepada dua perusahaan tersebut, BPOM menjatuhkan sanksi penarikan sertifikat CDOB.

“Ada dua PBF yang dicabut CDOB karena menyalurkan produk yang mengandung cemaran EG dan DEG yang sangat besar dan terbukti tidak melakukan upaya jaminan mutu pelarut yang didapatkan,” ujar Penny.

Dalam penyelidikan, Penny menyatakan kedua PBF tersebut tidak melakukan kualifikasi utuh terhadap pemasok bahan pelarut sesuai ketentuan yang ada. Padahal, inspeksi dan penjaminan mutu penting dalam mengadakan bahan baku dari distributor kimia umum.

Ada tiga perusahaan lainnya

Sebelumnya, ada tiga perusahaan farmasi yang dinyatakan memproduksi obat dengan cemaran EG dan DEG melebihi batas aman: PT Yarindo Farmatama, PT Universal Pharmaceutical Industries, dan PT Afi Farma. BPOM pun menetapkan sanksi administratif dengan mencabut sertifikat CPOB untuk cairan oral non-beta laktam dan izin edar obat sirop yang diproduksi ketiganya. Total obat sirop yang telah ditarik berjumlah 69 merek.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga sempat menyatakan adanya hasil pemeriksaan konsisten berdasarkan data yang dilaporkan dari seluruh rumah sakit di 28 provinsi: faktor risiko terbesar penyebab gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) adalah cemaran EG dan DEG pada obat sirop.

Kemenkes juga memastikan hasil biopsi atau pengambilan jaringan tubuh untuk pemeriksaan laboratorium terhadap pasien GGAPA yang meninggal di Indonesia menunjukkan kerusakan pada ginjal korban disebabkan oleh senyawa EG.

Related Topics