NEWS

Impor Terus Meningkat, Neraca Dagang Sektor Pangan Indonesia Defisit

Impor pangan Indonesia sudah dalam taraf mengkhawatirkan.

Impor Terus Meningkat, Neraca Dagang Sektor Pangan Indonesia DefisitStok beras di gudang Bulog di Padang, Sumatra Barat. ANTARA FOTO/Muhammad Arif Pribadi
by
09 August 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Pakar pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas Santosa, menyebut impor pangan Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan.

Berdasarkan data yang dihimpun dari delapan komoditas pangan dari beras jagung, gandum, kedelai, gula tebu, kacang tanah, ubi kayu, dan bawang putih pada 2021 telah mencapai 27,6 juta ton. Sedangkan pada 2008 impor pangan Indonesia masih berkisar 8 juta ton.

“Berarti hanya dalam 10 tahun melonjak hampir 20 juta ton,” kata dia dalam diskusi virtual Menangkis Ancaman Krisis Pangan Global, Selasa (9/8).

Tingginya angka impor, kata Andreas, patut menjadi perhatian dinilai sudah mengkhawatirkan. Apalagi dalam konteks membangun kedaulatan pangan.

Dari 27,6 juta ton tersebut, mayoritas impor disumbangkan oleh gandum. Pada 2020, impor gandum Indonesia mencapai 10,5 juta ton. Sedangkan pada tahun selanjutnya impor meningkat 11,4 persen menjadi 11,7 juta ton.

“Kalau kecenderungan ini terjadi dan kita tidak mampu mengendalikan ini, ketika 100 tahun Indonesia merdeka saya khawatir 50 persen kebutuhan pokok kita tergantikan oleh gandum, bukan oleh jagung atau sorgum,” ujarnya.

Selain besarnya impor pangan Indonesia, Andreas pun menyoroti terkait neraca dagang sektor pangan. Ia mengatakan tahun ini Indonesia mendapat berkah dari lonjakan harga dan volume ekspor CPO dan turunannya. Sehingga neraca perdagangan komoditi pertanian Indonesia bisa surplus.

Neraca dagang sektor pangan

Namun, neraca dagang Indonesia dibuat lebih spesifik khusus untuk pangan ternyata mengalami defisit yang besar sekali.

Untuk 2021, impor pangan Indonesia mencapai US$9,08 miliar. Sedangkan untuk ekspor porsinya US$352 ribu. Dia pun mengapresiasi pemerintah bisa mengekspor beberapa komoditas pangan, tapi porsinya masih kecil.

“Saat ini defisit neraca dagang ekspor tanamam pangan kita paling besar sepanjang 20 tahun terakhir,” ujarnya.

Walau Indonesia mendapat berkah dari CPO, Andreas menilai momentum ini tak lama akan berakhir. Sebab, harganya akan mengalami penurunan. “Jadi, pendapatan Indonesia dari ekspor sawit dam turunannya juga turun. Jadi, surplus perdagangan komoditas pertanian bisa lebih rendah dibandingkan 2021,” katanya.

Selain itu, ia memproyeksikan impor dan defisit neraca dagang sektor pangan Indonesia juga akan meningkat pada 2022.

Related Topics