NEWS

Inflasi Inti Rendah Tapi Ekonomi Tumbuh, BI Ungkap Jasa Milenial-Gen Z

Inflasi inti rendah tak gambarkan ekonomi melemah.

Inflasi Inti Rendah Tapi Ekonomi Tumbuh, BI Ungkap Jasa Milenial-Gen ZIlustrasi Bank Indonesia/ Shutterstock Harismoyo
25 October 2023
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Direktur Eksekutif, Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Firman Mochtar mengatakan konsumsi generasi Milenial dan Gen Z sangat berperan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hal ini menyebabkan kondisi anomali sebab ekonomi bisa tumbuh di tengah tren inflasi inti yang cenderung rendah.

"Yang menjadi satu perhatian kami adalah bagaimana perilaku permintaan ini juga dipengaruhi generasi milenial dan Z. Ini kami melakukan penglihatan gambarannya adalah di sektor yang lebih high intensive context yang berhubungan dengan jasa memang tumbuh tinggi, dan ini adalah supporting terhadap pertumbuhan ekonomi dan permintaan pun harganya relatif stabil," ujarnya dalam BNI Investor Daily Summit 2023, Selasa (24/10).

Sebagai konteks, Badan Pusat Statistik mencatat inflasi komponen inti year-on-year (yoy) September 2023 mencapai 2,00 persen, lebih rendah dari inflasi umum 2,28 persen.

Inflasi inti sendiri menggambarkan hubungan antara harga barang dan jasa dengan pendapatan konsumen, dan komponen di dalamnya cenderung tetap dan dipengaruhi faktor fundamental.

Dus, rendahnya inflasi inti sering kali diasosiasikan dengan perlambatan ekonomi. 

"Ada diskusi memang, mengapa inflasi inti terus melambat apakah ini indikasi ekonomi kita melemah, termasuk di kuartal II. Tapi di kuartal kedua ekonomi tumbuh tinggi 5,17 persen sementara inflasi intinya rendah," kata Firman.

Pengendalian inflasi pangan

Menurutnya, pertanyaan tersebut wajar mengingat sejumlah faktor struktural turut mempengaruhi inflasi.

Pertama, survei terhadap ekspektasi inflasi yang menunjukkan pelaku ekonomi baik dari ekonom maupun pedagang dan konsumen, mengalami tren pelambatan.

"Jadi mereka memandang proses pemulihan ini mendorong mereka melakukan adjustment meskipun ada sisi permintaan yang meningkat," ujarnya.

Namun, BI juga melihat bahwa produsen masih berusaha menahan harga di tengah kenaikan biaya produksi. Ini juga menjadi salah satu faktor yang masih mendorong permintaan sehingga pertumbuhan dapat terdorong.

"Sumber dananya dari mana? Di tengah kondisi permintaan ini, kami lakukan secara agregat ada pemanfaatan excess saving yang terjadi ini adalah bagian dari stimulasi permintaan domestik, itu yang kami lihat," jelasnya.

Di samping itu, menurutnya, upaya pengendalian inflasi pangan yang dilakukan BI bersama pemerintah juga jadi salah satu faktor yang mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebab, inflasi pangan biasanya ini akan tertransmisi ke kelompok lainnya termasuk inflasi inti.

Gambaran konkretnya terlihat pada saat ada kenaikan harga BBM pada 2022. Biasanya ketika ada kenaikan harga BBM, volatile food naik tinggi. Namun, hal tersebut tidak terjadi lantaran TPID mampu menjaga ekspektasi inflasi.

"Pengendalian inflasi pangan ini menarik. BI tentunya bersama dengan Kemenkeu dan kemenko dalam TPID ini sudah membangun awareness dari daerah dan pelaku di daerah. Impact-nya adalah pengendalian inflasi kita volatile food ini memang lambat," katanya.

Related Topics