NEWS

Insentif Pabeanan Impor Alat Kesehatan Menurun Seiring Normalisasi

Realisasi anggaran PEN masih rendah hingga 13 Mei.

Insentif Pabeanan Impor Alat Kesehatan Menurun Seiring NormalisasiMenteri Keuangan, Sri Mulyani, dalam keterangan pers dari KTT G20 2021 (31/10). (FORTUNEIDN)

by Hendra Friana

24 May 2022

Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan Sri Mulyani menuturkan insentif fiskal di bidang kepabeanan dan cukai dalam penanganan pandemi Covid-19 kian melandai pada bulan Mei 2022 menjadi hanya Rp11 miliar. Padahal, pada Januari 2022, fasilitas kepabeanan dalam penanganan pandemi Covid-19 masih cukup tinggi, yakni sebesar Rp625 miliar. 

Penurunan nilai insentif mulai terlihat pada bulan Februari yang hanya sebesar Rp73 miliar. Kemudian pada Maret 2022, insentif bea cukai untuk kesehatan tersebut kembali meningkat menjadi sebesar Rp196 miliar dan sedikit menurun di bulan April menjadi senilai Rp123 miliar.

Dengan demikian, Kementerian Keuangan mencatat total insentif fiskal di bidang kepabeanan dan cukai tahun sejak Januari hingga 13 Mei 2022 untuk menangani Covid-19 mencapai Rp1,03 triliun.

Angka tersebut antara lain meliputi insentif fiskal dunia usaha sebesar Rp13,6 miliar yang berupa insentif tambahan Kawasan Berikat (KB) dan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE).

"Insentif fiskal kesehatan ini menurun seiring dengan adanya normalisasi kegiatan masyarakat," ujar dalam Konferensi Pers APBN KiTA, Senin (24/5).

Di luar itu, fasilitas kepabeanan juga diberikan dalam bentuk insentif fiskal impor vaksin senilai Rp831 miliar untuk impor 53,48 juta dosis vaksin jadi senilai Rp4,01 triliun.

Insentif fiskal juga diberikan sebesar Rp187 miliar untuk impor alat kesehatan senilai Rp887 miliar, dengan tiga alat kesehatan terbesar yakni obat-obatan, alat tes Polymerase Chain Reaction (PCR), dan oksigen.

Realisasi PEN rendah

Sementara itu, realisasi anggaran program pemulihan ekonomi nasional (PEN) per 14 Mei baru mencapai Rp80,79 triliun atau 17,73 persen dari alokasi Rp455,62 triliun.

Sri Mulyani memperinci, realisasi itu meliputi Rp51,09 triliun untuk perlindungan sosial yang merupakan 33 persen dari pagu Rp154,76 triliun yaitu terdiri dari Program Keluarga Harapan (PKH) Rp14,24 triliun bagi 10 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM).

Program Kartu Sembako Rp18,8 triliun bagi 18,8 juta KPM, Bantuan Langsung Tunai (BLT) Minyak Goreng Rp6,1 triliun bagi 20,3 juta KPM dan BLT Desa Rp8 triliun bagi 6,5 juta keluarga.

Bantuan Tunai Pedagang Kaki Lima dan Warung (BT-PKLW) Rp1,6 triliun kepada 992 ribu PKL dan 880 ribu nelayan serta Kartu Prakerja Rp2,4 triliun kepada 665,6 ribu orang.

Selain perlindungan masyarakat, realisasi program PEN yang juga mencakup penguatan pemulihan ekonomi yakni mencapai 8,1 persen dari pagu Rp178,32 triliun atau Rp14,48 triliun.

Realisasi penguatan pemulihan ekonomi ini terdiri atas program pariwisata Rp0,19 triliun, ICT Rp0,85 triliun, dukungan UMKM berupa subsidi bunga dan IJP Rp8,14 triliun serta insentif perpajakan Rp5,2 triliun.

Terakhir, untuk sektor kesehatan hingga realisasinya baru Rp15,21 triliun atau 12,42 persen dari pagu Rp122,54 triliun.

Realisasi sektor kesehatan ditujukan untuk pembayaran klaim pasien sebesar Rp11,6 triliun, insentif tenaga kesehatan Rp1,59 triliun, insentif perpajakan kesehatan Rp1,2 triliun dan Dana Desa bagi penanganan COVID-19 Rp0,8 triliun. “PC PEN yang ini merupakan tahun terakhir,” kata Sri Mulyani.